ASUHAN
KEPERAWATAN PADA PASIEN
DENGAN DENGUE
HEAMORRHAGIC FEVER
Memenuhi
tugas matakuliah
Keperawatan
Anak 1
yang
dibina olehIbu Triana Setijaningsih, S.Pd., M.Kes.
Oleh
Tika Permatasari Saputri
1201300001
POLTEKKES KEMENKES MALANG
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN BLITAR
JURUSAN KEPERAWATAN
September 2013
***
LAPORAN PENDAHULUAN
DENGUE HEAMORRHAGIC
FEVER
A.
Definisi
Dengue Heamorrhagic Fever (DHF)
Infeksi dengue merupakan penyakit
demam akut yang disebabkan oleh virus dengue (kelompok flavivirus yang termasuk
dalam family Togaviridae), yang ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti serta
spesies Stegomya lainnya seperti A. albopictus, polynesiensis, scutellaris.
Penyakit DBD tidak ditularkan langsung dari orang
ke orang.Penderita menjadi infektif bagi nyamuk pada saat uremia, yaitu
beberapa saat menjelang timbulnya demam hingga saat masa demam berakhir.Nyamuk
Aedes Aegypti menjadi infektif 8 -12 hari sesudah menghisap darah penderita DBD
sebelumnya. Selama periode ini nyamuk Aedes yang telah terinfeksi oleh virus
dengue ini akan tetap infektif selama hidupnya dan potensial menularkan virus
dengue kepada manusia yang rentan lainnya.
Sesuai dengan patokan yang disebut terdahulu, WHO
(1975) membagi derajat penyakit DHF dalam empat derajat, yaitu sebagai berikut.
Derajat I : demam disertai gejala tidak khas dan
satu-satunya manifestasi perdarahan ialah uji tourniquet positif.
Derajat II : derajat satu disertai perdarahan
spontan di kulit atau perdarahan lain.
Derajat III : ditemukannya kegagalan sirkulasi,
yaitu nadi cepat dan lembut, tekanan nadi menurun (kurang dari sama dengan 20
mmHg) atau hipotensi disertai kulit yang dingin, lembab, dan penderita menjadi
gelisah.
Derajat VI : renjatan berat dengan nadi yang tidak
dapat diraba dan tekanan darah yang tidak dapat diukur.
B.
Etiologi
Dengue Heamorrhagic Fever (DHF)
Sekurang-kurangnya ada empat tipe virus
dengue yang berbeda (tipe 1-4) yang telah diisolasi dari penderita demam
berdarah.Empat tipe virus dengue (serotype) di Indonesia, yaitu DEN-1, DEN-2,
DEN-3, dan DEN-4. Ternyata DEN-2 dan DEN-3 merupakan serotype yang paling
banyak sebagai penyebab. Nimmannitya (1975) di Thailand melaporkan bahwa
serotype DEN-2 yang dominan. Sedang di Indonesia terutama oleh DEN-3, walaupun
akhir-akhir ini ada kecenderungan dominasi oleh virus DEN-2.
Di samping itu urutan infeksi
serotype merupakan suatu faktor risiko karena lebih dari 20% urutan infeksi
virus DEN-1 yang disusul DEN-2 mengakibatkan renjatan, sedangkan faktor risiko
terjadinya renjatan untuk urusan virus DEN-3 yang diikuti oleh DEN-2 adalah 6%
dan DEN-4 yang diikuti oleh DEN-2 adalah 2%.
C.
Patofisiologi
Dengue Heamorrhagic Fever (DHF)
Ada dua perubahan
patofisiologi yang terjadi pada DBD:
1. Meningkatnya
permeabilitas pembuluh darah mengakibatkan kebocoran plasma, hipovolemia, dan
syok. DHF memiliki ciri yang unik karena kebocoran plasma khusus ke arah rongga
pleura dan peritoneum. Selain itu, periode kebocoran cukup singkat (24 - 48
jam).
2. Hemostasis
abnormal terjadi akibat vaskulopati, trombositopenia, sehingga terjadi berbagai
jenis manifestasi perdarahan.
D.
Tanda
dan Gejala Dengue Heamorrhagic Fever (DHF)
Patokan klinik WHO (1975) untuk membuat
diagnosis DHF ditetapkan sebagai berikut.
1. Demam
tinggi dengan mendadak dan terus-menerus selama 2-7 hari.
2. Manifestasi
perdarahan, termasuk setidak-tidaknya uji toureniquet positif dan salah satu
bentuk lain (petekia, purpuran, ekimosis, epistaksis, perdarahan gusi),
hematemesis dan atau melena.
3. Pembesaran
hati.
4. Renjatan
yang ditandai oleh nadi lemah, cepat disertai tekanan nadi menurun (menjadi 20
mmHg atau kurang), tekanan darah menurun (tekanan sistolik menurun sampai 80
mmHg atau kurang) disertai kulit yang teraba dingin dan lembab terutama pada
ujung hidung, jari dan kaki, penderita menjadi gelisah, timbul sianosis di
sekitar mulut.
Fase pertama
Relatif ringan dengan demam mulai
mendadak, malaise, muntah, nyeri kepala, anoreksia, dan batuk disertai sesudah
2—5 hari oleh deteriorasi klinis cepat dan kollaps.
Fase kedua
Penderita biasanya menderita
ekstremitas dingin, lembab,badan panas, muka merah, keringatbanyak, gelisah,
iritabel, dan nyeri mid-epigastrik. Seringkali ada petekie tersebar pada dahi
dan tungkai, ekimosis spontan mungkin tampak, danmudah memar serta berdarah
pada tempat pungsi vena adalah lazim.Ruam macular atau makulopapular mungkin
muncul, dan mungkin ada sianosis sekililing mulut dan perifer.Pernafasan sering
cepat dan berat.Nadi lemah, cepat, kecil, dan suara jantung halus.Tekanan nadi
seringkali sempit (20 mmHg atau kurang), tekanan darah dapat rendah dan sukar
diperoleh.Hati mungkin membasar 4—6 cm di bawah tepi kosta dan biasanya keras
serta agak nyeri.Kurang dari 10% penderita menderita ekimosis atau perdarahan
saluran cerna yang nyata, biasanya pasca syok yang tidak terkoreksi.
Sesudah 24—36 jam masa kritis,
konvalesen cukup cepat pada anak yang sembuh. Suhu dapat kembali normal sebelum
atau selama fase syok.Bradikardi dan ekstrasistol ventrikel lazim selama
konvalesen.Jarang ada cedera otak sisa yang disebabkan oleh syok lama atau
kadang-kadang karena perdarahan intracranial.
Strain virus dengue tiga yang bersirkulasi di daerah utama Asia
Tenggarasejak tahun 1983 disertai terutama sindrom klinis berat, yang ditandai
oleh ensefalopati, hipoglikemia, kenaikan enzim hati yang mencolok dan kadang-kadang
ikterus. Berbeda dengan pola yang sangat khas pada anak yang sangat berat, infeksi
dengue sekunder relatif ringan pada sebagian besar keadaan, berkisar dari
infeksi yang tidak jelas sampai penyakit saluran pernafasan atas yang tidak
terdeferensiasi.
Data Laboratorium
Kelainan hematologis yang paling sering selama syok klinis adalah
kenaikan hematokrit 20% atau lebih besar melebihi niai hematokrit penyembuhan,
trombositopenia, leukositosis ringan (jarang melebihi
10.000/mm3) waktu perdarahan memanjang, dan kadar protrombin menurun
sedang (jarang kurang dari 40% control). Kadar fibrinogen mungkin subnormal dan
produk-produk pecahan fibrinogen naik.
Kelainan lain adalah kenaikan
sedang kadar transaminase serum, konsumsi komplemen, asidosis metabolic ringan
dengan hiponatremia, dan kadang-kadang hipokloremia, sedikit kenaikan urea
nitrogen serum, dan hipoalbuminemia. Roentgenogram dada menunjukkan efusi pleura
pada hampir semua penderita.
E.
Penatalaksanaan
Medis dan Keperawatan Dengue Heamorrhagic Fever (DHF)
Tata laksana DBD sebaiknya berdasarkan pada berat ringannya penyakit yang
ditemukan antara lain:
1. Kasus
DBD yang diperkenankan berobat jalan
Penderita diijinkan berobat jalan jika hanya mengeluh panas, tetapi
keinginan makan dan minum masih baik. Untuk mengatasi panas tinggi yang
mendadak diperkenankan memberi obat panas paracetamol 10-15 mg/kg BB setiap 3-4
jam diulang jika symptom panas masih nyata diatas 38,50C. Obat panas
salisilat tidak dianjurkan karena mempunyai risiko terjadinnya perdarahan dan
asidosis.Sebagian besar kasus DBD yang berobat jalan ini adalah kasus DBD yang
menunjukkan manifestasi panas hari pertama dan hari kedua tanpa menunjukkan
penyulit lainnya. Apabila penderita DBD ini menunjukkan manifestasi penyulit
hipertermi dan konvulsi sebaiknya dianjurkan untup dirawat inap.
2. Kasus
DBD derajat I dan II
Pada hari ke-3, 4, dan 5 panas dianjurkan rawat inap karena penderita ini
mempunyai risiko terjadinya apabila syok.Untuk mengantisipasi kejadian syok
tersebut, penderita disarankan diinfus cairan kritaloid dengan tetesan
brdasarkan 7, 5, 3.Pada saat fase panas, penderita dianjurkan banyak minum air buah
atau oralit yang biasa dipakai untuk mengatasi diare, hematocrit yang meningkat
lebih dari 20% dari harga normal merupakan indicator adanya kebocoran plasma
dan sebaiknya penderita dirawat di ruang observasi di pusat rehidrasi selama
kurun waktu 12-24 jam.
3. Penatalaksanaan
DBD (derajat III dan IV)
“Dengue Shock Syndrome”
(sindrom reniatan dengue) termasuk kasus kegawatan yang membutuhkan penanganan
secara cepat dan perlu memperoleh cairan pengganti secara cepat.Biasanya
dijumpai kelainan asam basa dan elektrolit (hiponatremi).Dalam hal ini perlu
dipikirkan kemungkinan dapat terjadinya DIC.Terkumpulnya asam dalam darah
mendorong terjadinya DIC yang dapat menyebabkan terjadinya perdarahan hebat dan
renjatan yang sukar diatasi.
Penggantian secara cepat plasma yang hilang digunakan larutan garam
isotonic (ringer laktat, 5% dektrose dalam larutan ringer laktat atau 5%
dektrose dalam larutan ringer asetat dan larutan normal garam faali)dengan
jumlah 10-20 ml/kg/1 jam.
Pada kasus yang
sangat berat (derajat IV) dapat diberikan bolus 10 ml / kg (1 atau 2x). jika
syok berlangsung terus dengan hematocrit yang tinggi, larutan koloidal
(dekstran dengan berat molekul 40.000 di dalam larutan normal garam faal atau
plasma) dapat diberikan dengan jumlah 10-20 ml/kg/jam.
4. Obat penenang
Pada beberapa kasus obat
penenang dibutuhkan terutama pada kasus yang sangat gelisah. Obat yang
hipatoksik sebaiknya dihindari, chloral hidrat oral atau rektal dianjurkan
dengan dosis 12,5-50 mm/kg (tetapi jangan lebih 1 jam) digunakan sebagai satu
macam obat hipnotik.
5. Terapi oksigen
6. Transfusi darah
7. Monitoring
Tanda vital dan kadar
hematokrit harus dimonitor dan dievaluasi secara teratur untuk menilai hasil
pengobatan.
8. Kriteria memulangkan pasien
Pasien dapat dipulangkan
apabila :
a. Tidak demam selama 24 jam tanpa antipiretik.
b. Nafsu makan membaik.
c. Tampak perbaikan secara
klinis.
d. Hematokrit stabil.
e. Tiga hari setelah syok teratasi.
f. Jumlah trombosit
200.000-300.000 /mm3
g. Tidak disertai distress
pernapasan.
h. Ruang khusus darurat penderita Dengue Haemorragic Fever (DHF)
F.
Pencegahan
Dengue Heamorrhagic Fever (DHF)
Prinsip yang tepat dalam pencegahan DHF (Dit.Jen.P3M., Dep. Kes. R.I.,
1976) ialah sebagai berikut.
1. Memanfaatkan
perubahan keadaan nyamuk akibat pengaruh alamiah dengan melaksanakan pemberantasan
vector pada saat sedikit terdapatnya kasus DHF/DSS.
2. Memutuskan
lingkaran penularan dengan menahan kepadatan vector pada tingkat sangat rendah
untuk memberikan kesempatan penderita viremi sembuh secara spontan.
3. Mengusahakan
pemberantasan vector di pusat daerah penyebaran, yaitu sekolah dan rumah sakit,
termasuk pula daerah penyangga di sekitarnya.
4. Mengusahakan
pemberantasan vector di semua daerah berpotensi penularan tinggi.
Pencegahan DBD mencakup:
1. Pemberantasan
nyamuk dewasa
Upayakan
membersihkan tempat-tempat yang disukai oleh nyamuk (misalnya menggantung baju
bekas pakai), pasang kasa nyamuk pada ventilasi dan jendela rumah, penyemprotan
dengan zat kimia, pengasapan dengan insektisida (fogging), menembus daur hidup
dengan menggunakan ikan cupang di tempat penampungan air.
2. Pemberantasan
jentik nyamuk
Dengan
melakukan 3M (menguras, menutup, dan mengubur) artinya kuras bak mandi seminggu
sekali, tutup tempat penyimpanan air dengan rapat, kubur kaleng bekas pada
kolam ataua tempat penampungan air yang sulit dikuras dapat ditularkan bubuk
Abate.
Pedoman
penggunaan bubuk Abate (abatisasi): 1 sendok makan peres (10 g) untuk 100 liter
air.
Dinding
jangan disikat setelah ditaburi abate à bubuk abate akan
menempel di dinding bak atau tempayan kolam. Bubuk abate tetap efektif sampai 3
bulan.
3. Penyuluhan
bagi masyarakat
Karena
DBD belum ada obat yang dapat membunuh virus dengue ataupun vaksin DBD, maka
upaya untuk pencegahan DBD sangatlah penting.Gerakan pemberantasan sarang
nyamuk (PSN) sangatlah penting untuk pencegahan DBD.Gerakan PSN harus dilakukan
secara bersama-sama oleh seluruh lapisan masyarakat baik di rumah, di sekolah,
di rumah sakit, dan tempat-tempat umum seperti tempat ibadah, makam.Dengan
demikian masyarakat dapat mengubah perilaku hidup sehat terutama meningkatkan
kebersihan lingkungan.
G.
Komplikasi
Dengue Heamorrhagic Fever (DHF)
1. Ensefalitis
seperti kejang dan koma mungkin muncul sehingga komplikasi pada kasus syok yang
cukup lama yang disertai dengan perdarahan berat.
2. Intoksikasi
air, satu komplikasi introgenik yang relative umum yang dapat menyebabkan
enselopati.
3. Manifestasi
tidak biasa yang jarang tampak pada infeksi DF/DHF mencakup gagal ginjal akut
dan sindrom uremik hemolitik.
****
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN
DENGAN DENGUE HEAMORRHAGIC FEVER
A.
Pengkajian
1. Identitas
Pasien
Nama, umur (pada DHF paling sering menyerang anak-anak dengan usia kurang
dari 15 tahun), jenis kelamin, alamat, pendidikan, nama orang tua, pendidkan
orang tua, dan pekerjaan orang tua.
2. Keluhan
Utama
Alasan/keluhan yang menonjol pada pasien DHF untuk datang ke rumah sakit
adalah panas tinggi dan anak lemah.
3. Riwayat
Penyakit Sekarang
Didapatkan adanya keluhan panas mendadak yang disertai menggigil dan saat
demam kesadaran kompos mentis.Turunnya panas terjadi antara hari ke-3 dan ke-7,
dan anak semakin lemah.Kadang-kadang disertai dengan keluhan batuk, pilek,
nyeri telan, mual, muntah anoreksia, diare/konstipasi, sakit kepala, nyeri otot
dan persendian, nyeri ulu hati dan pergerakan bola mata terasa pegal, serta
adanya manifestasi perdarahan pada kulit, gusi (grade III, IV), melena atau
hematemesis.
4. Riwayat
Penyakit yang Pernah Diderita
Penyakit apa saja yang pernah diderita. Pada DHF, anak bias mengalami
serangan ulangan DHF dengan tipe virus yang lain.
5. Riwayat
Imunisasi
Apabila anak mempunyai kekebalan yang baik, maka kemungkinan akan
timbulnya komplikasi dapat dihindarkan.
6. Riwayat
Gizi
Status gizi anak yang menderita DHF dapat bervariasi.Semua anak dengan
status gizi baik maupun buruk dapat berisiko, apabila terdapat factor
prediposisinya.Anak yang menderita DHF sering mengalami keluhan mual, muntah,
dan nafsu makan menurun.Apabila kondisi ini berlanjut dan tidak disertai dengan
pemenuhan nutrisi yang mencukupi, maka anak dapat mengalami penurunan berat
badan sehingga status gizinya menjadi kurang.
7. Kondisi
Lingkungan
Sering terjadi di daerah yang padat penduduknya dan lingkungan yang
kurang bersih (seperti air yang menggenang dan gantungan baju di kamar).
8. Pola
Kebiasaan
a. Nutrisi
dan metabolisme: frekuensi, jenis, pantangan, nafsu makn berkurang, dan nafsu
makan menurun.
b. Eliminasi
alvi (buang air besar). Kadang-kadang anak mengalami diare/konstipasi.
Sementara DHF pada grade III-IV bias terjadi melena.
c. Eliminasi
Urine (buang air kecil): perlu dikaji apakah sering kencng, sedikit/banyak,
sakit/tidak. Pada DHF grade IV sering terjadi hematuria.
d. Tidur
dan Istirahat. Anak sering mengalami kurang tidur karena mengalami sakit/nyeri
otot dan persendian sehingga kuantitas dan kualitas tidur maupun istirahatnya
kurang.
e. Kebersihan.
Upaya keluarga untuk menjaga kebersihan diri dan lingkungan cenderung kurang
terutam untuk membersihkan tempat sarang nyamuk aedes aegypti.
f. Perilaku
dan tanggapan bila ada keluarga yang sakit serta upaya untuk menjaga kesehatan.
9. Pemeriksaan
Fisik
Pemeriksaan fisik meliputi inspeksi, palpasi, auskultasi, dan perkusi
dari ujung rambut sampai ujung kaki. Berdasarkan tingkatan (grade) DHF, keadaan
fisik anak adalah sebagai berikut:
a. Grade
I: kesadaran kompos mentis, keadaan umum lemah, tanda-tanda vital dan andi
lemah.
b. Grade
II: kesadaran kompos mentis, keadaan umum lemah, ada perdarahan spontan
petekia, perdarahan gusi dan telinga, serta nadi lemah, kecil, dan tidak
teratur.
c. Grade
III: kesadaran apatis, somnolen, keadaan umum lemah, nadi lemah, kecil, dan
tidak teratur, serta tensi menurun.
d. Grade
IV: kesadaran koma, tanda-tanda vital: nadi tidak teraba, tensi tidak terukur,
pernapasan tidak teratur, ekstremitas dingin, berkeringat, dan kulit tampak
biru.
10. Sistem
Integumen
a. Adanya
petekia pada kulit, turgor kulit menurun, dan muncul keringat dingin, dan
lembab.
b. Kuku
sianosis/tidak.
c. Kepala
dan leher. Kepala terasa nyeri, muka tampak kemerahan karena demam (flusy), mata anemis, hidung kadang
mengalami perdarahan (epistaksis) pada grade II, III, IV. Pada mulut didapatkan
bahwa mukosa mulut kering, terjadi perdarhan gusi, dan nyeri telan. Sementara
tenggorokan mengalami hyperemia pharing dan terjadi perdarahan telinga (pada
grade II, III, IV).
d. Dada.
Bentuk simetris dan kadang-kadang terasa sesak. Pada foto thorax terdapat
adanya cairan yang tertimbun pada paru sebelah kanan (efusi pleura), rales (+),
ronchi (+) yang biasanya terdapat pada grade III dan IV.
e. Abdomen.
Mengalami nyeri tekan, pembesaran hati (hepatomegaly), dan asites.
f. Ekstremitas.
Akral dingin, serta terjadi nyeri otot, sendi serta tulang.
11. Pemeriksaan
Laboratorium
Pada pemeriksaan darah pasien DHF akan dijumpai:
a. Hb
dan PCV meningkat (lebih dari sama dengan 20%).
b. Trobositopenia
kurang dari sama dengan 100.000/ml).
c. Leukopenia
(mungkin normal atau lekositosis).
d. Ig.
D. dengue positif.
e. Hasil
pemeriksaan kimia darah menunjukkan: hipoproteinemia, hipokloremia, dan
hiponatremia.
f. Urium
dan pH darah mungkin meningkat.
g. Asidosis
metabolic: pCO2 < 35-40 mmHg dan HCO3 rendah.
h. SGOT/SGPT
mungkin meningkat.
B.
Masalah/
Diagnosis
1. Diagnose
medis: dugaan (suspect) DHF.
2. Adapun diagnosa keperawatan
yang sering dijumpai pada pasien DHF:
a. Peningkatan suhu tubuh (hipertermi) berhubungan dengan infeksi virus
dengue.
b. Defisit volume cairan tubuh berhubungan dengan ketidakseimbangan input dan
output cairan.
c. Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual, muntah, anoreksia.
d. Resiko tinggi terjadinya syok hipovolemik berhubungan dengan perdarahan
hebat, penurunan tekanan osmotik.
e. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik.
f. Resiko terjadinya perdarahan lebih lanjut berhubungan dengan
trombositopenia.
g. Kecemasan orang tua atau keluarga berhubungan dengan kurangnya pengetahuan,
dan kurang informasi.
(sumber: perawatan pasien
DHF, Christiantie efendy).
C.
Perencanaan
Untuk
mengatasi permasalahannya, perencanaan yang diperlukan adalah:
a. Peningkatan suhu tubuh (hipertermi) berhubungan dengan infeksi virus
dengue.
Tujuan
keperawatan:
Peningkatan
suhu tubuh dapat teratasi, dengan kriteria:
- Suhu tubuh normal (35°C-
37,5°C).
- Pasien bebas dari demam .
Rencana intervensi:
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
1. Kaji saat timbulnya demam.
2. Observasi tanda-tanda vital tiap 3 jam.
3. Beri kompres hangat pada dahi.
4. Beri banyak minum (± 1-1,5 liter/hari) sedikit tapi sering.
5. Ganti pakaian klien dengan
bahan tipis menyerap keringat.
6. Beri penjelasan pada keluarga klien tentang penyebab
meningkatnya suhu tubuh.
7. Kolaborasi pemberian obat
anti piretik.
|
1. Untuk mengidentifikasi pola demam pasien.
2. Tanda-tanda vital merupakan acuan untuk mengetahui keadaan
umum pasien.
3. Kompres hangat dapat mengembalikan suhu normal
memperlancar sirkulasi.
4. Mengurangi panas secara konveksi (panas terbuang bersama
urine dan keringat sekaligus mengganti cairan tubuh karena penguapan).
5. Pakaian yang tipis menyerap keringat dan membantu
mengurangi penguapan tubuh akibat dari peningkatan suhu dan dapat terjadi
konduksi.
6. Penjelasan yang diberikan pada keluarga klien bisa
mengerti dan kooperatif dalam memberikan tindakan keperawatan.
7. Dapat menurunkan demam.
|
b. Defisit volume cairan dan
elektrolit berhubungan dengan (defisit volume cairan) tubuh berhubungan dengan
ketidakseimbangan input dan output cairan.
Tujuan intervensi:
Volume cairan tubuh seimbang, dengan kriteria:
- Turgor kulit baik
- Tanda-tanda vital dalam batas normal
Rencana intervensi:
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
1. Kaji keadaan umum klien dan
tanda-tanda vital.
2. Kaji input dan output
cairan.
3. Observasi adanya
tanda-tanda syok.
4. Anjurkan klien untuk banyak
minum.
5. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian cairan I.V.
|
1. Mengetahui dengan cepat penyimpangan
dari keadaan normalnya.
2. Mengetahui balance cairan dan
elektrolit dalam tubuh atau homeostatis.
3. Agar dapat segera dilakukan tindakan
jika terjadi syok.
4. Asupan cairan sangat diperlukan untuk
menambah volume cairan tubuh.
5. Pemberian cairan IV sangat penting
bagi klien yang mengalami defisit volume cairan untuk memenuhi kebutuhan cairan
klien.
|
c. Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual, muntah, dan anoreksia.
Tujuan intervensi:
Kebutuhan nutrisi klien terpenuhi, dengan kriteria:
- Porsi makan yang disajikan
dihabiskan.
Rencana intervensi :
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
1. Kaji keadaan umum klien.
2. Beri makanan sesuai kebutuhan tubuh klien.
3. Anjurkan orang tua klien untuk memberi makanan sedikit tapi sering.
4. Anjurkan orang tua klien memberi makanan TKTP dalam bentuk lunak.
5. Timbang berat badan klien tiap hari.
6. Kolaborasi pemberian obat reborantia.
|
1. Memudahkan untuk intervensi selanjutnya.
2. Merangsang nafsu makan klien sehingga klien mau makan.
3. Makanan dalam porsi kecil tapi sering memudahkan organ pencernaan dalam
metabolisme.
4. Makanan dengan komposisi TKTP berfungsi membantu
mempercepat proses penyembuhan.
5. Berat badan merupakan salah satu indikator pemenuhan nutrisi berhasil.
6. Menambah nafsu makan.
|
d. Resiko tinggi terjadinya syok
hipovolemik berhubungan dengan perdarahan hebat, penurunan tekanan osmotik.
Tujuan:
Tidak terjadi syok hipovolemik, dengan kriteria:
- Keadaan umum membaik.
- Tanda-tanda vital dalam batas normal.
Rencana intervensi:
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
1. Monitor keadaan umum klien
2. Observasi tanda-tanda vital.
3. Monitor tanda-tanda perdarahan
4. Anjurkan pada pasien atau keluarga untuk segera melapor
jika ada tanda-tanda perdarahan.
5. Cek hemoglobin, hematokrit, dan trombosit
|
1. Memantau kondisi klien selama masa perawatan terutama saat
terjadi perdarahan sehingga tanda prasyok, syok dapat ditangani.
2. Tanda vital dalam batas normal menandakan keadaan umum
klien baik.
3. Perdarahan yang cepat diketahui dapat teratasi sehingga
klien tidak sampai pada tahap syok hipovolemik akibat perdarahan yang hebat.
4. Keterlibatan keluarga untuk segera melaporkan jika terjadi
perdarahan terhadap pasien sangat membantu tim perawatan untuk segera
melakukan tindakan yang tepat.
5. Untuk mengetahui tingkat kebocoran pembuluh darah yang
dialami klien dan untuk acuan melakukan tindak lanjut terhadap perdarahan.
|
e. Intoleransi aktivitas berhubungan
dengan kelemahan fisik.
Tujuan :
Klien mampu melakukan aktivitas
sehari-hari, dengan kriteria:
- Kebutuhan aktivitas
sehari-hari terpenuhi.
- Klien mampu mandiri setelah
bebas demam.
Rencana intervensi:
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
1. Kaji hal-hal yang mampu dilakukan klien.
2. Bantu klien memenuhi kebutuhan aktivitasnya sesuai dengan
tingkat keterbatasan klien.
3. Beri penjelasan tentang hal-hal yang dapat membantu dan
meningkatkan kekuatan fisik klien.
4. Libatkan keluarga dalam
pemenuhan ADL klien.
5. Jelaskan pada keluarga dan
klien tentang pentingnya bedrest ditempat tidur.
|
1. Mengetahui tingkat
ketergantungan klien dalam memenuhi kebutuhannya.
2. Bantuan sangat diperlukan
klien pada saat kondisinya lemah dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari tanpa
mengalami ketergantungan pada orang lain.
3. Dengan penjelasan, pasien
termotivasi untuk kooperatif selama perawatan terutama terhadap tindakan yang
dapat meningkatkan kekuatan fisiknya.
4. Keluarga merupakan orang
terdekat dengan klien.
5. Untuk mencegah terjadinya
keadaan yang lebih parah.
|
f. Resiko terjadinya perdarahan
lebih lanjut berhubungan dengan trombositopenia.
Tujuan:
Tidak terjadi perdarahan intra abdominal, dengan kriteria:
- Tidak terjadi tanda-tanda
perdarahan.
- Jumlah trombosit meningkat.
Rencana intervensi:
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
1. Monitor tanda-tanda penurunan trombosit yang disertai tanda-tanda klinis.
2. Beri penjelasan tentang
pengaruh trombositopenia pada keluarga.
3. Monitor jumlah trombosit setiap hari.
4. Anjurkan klien untuk banyak
istirahat.
5. Beri penjelasan pada pasien
atau keluarga untuk segera melapor jika ada tanda-tanda perdarahan lebih
lanjut seperti: hematemesis, melena, epistaksis.
|
1. Penurunan jumlah trombosit merupakan tanda-tanda adanya
kebocoran pembuluh darah yang dapat menimbulkan tanda klinis berupa
perdarahan nyata, seperti epistaksis, petechiae.
2. Agar pasien atau keluarga mengetahui hal-hal yang mungkin
terjadi pada pasien dan dapat membantu mengantisipasi terjadinya perdarahan
karena trombositopenia.
3. Dengan jumlah trombosit
yang dipantau setiap hari dapat diketahui tingkat kebocoran pembuluh darah
dan kemungkinan perdarahan yang dialami oleh klien.
4. Aktivitas klien yang tidak terkontrol dapat menyebabkan terjadinya
perdarahan.
5. Keterlibatan keluarga dengan segera melaporkan terjadinya perdarahan akan
membantu pasien mendapatkan penanganan sedini mungkin.
|
g. Kecemasan keluarga berhubungan dengan kurangnya pengetahuan dan kurang
informasi.
Tujuan:
Kecemasan keluarga teratasi, dengan kriteria:
- Orang tua tidak bertanya lagi tentang penyakit anaknya.
- Ekspresi wajah ceria.
Rencana intervensi:
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
1. Kaji tingkat kecemasan orang tua.
2. Jelaskan prosedur pengobatan perawatan anaknya.
3. Beri kesempatan pada orang tua untuk bertanya tentang
kondisi anaknya.
4. Beri penjelasan tiap
prosedur atau tindakan yang akan dilakukan terhadap pasien dan manfaatnya
bagi pasien.
5. Beri dorongan spiritual.
|
1. Mengetahui kecemasan orang tua dan memudahkan menentukan
intervensi selanjutnya.
2. Untuk menambah pengetahuan
dan informasi kepada klien yang dapat mengurangi kecemasan orang tua.
3. Untuk memperoleh informasi yang lebih banyak dan
meningkatkan pengetahuan dan mengurangi stress.
4. Memberikan penjelasan tentang proses penyakit, menjelaskan
tentang kemungkinan pemberian perawatan intensif jika memang diperlukan oleh
pasien untuk mendapatkan perawatan yang lebih optimal.
5. Memberi ketenangan kepada klien dengan berserah diri kepada Tuhan Yang
Maha Esa.
|
DAFTAR RUJUKAN
Behrman,
R.E., Kliegman, R.M. & Arvin, A.M. 1999.Ilmu
Kesehatan Anak Nelson Volume 2Edisi 15. Jakarta: EGC.
Behrman, R.E.,& Vaughan, V.C.
1992. Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta:
EGC.
Chin Ling,
W.Y. & Sin Hock, J.T 1993.Kedaruratan
pada Anak.Jakarta: Binarupa Aksara.
Indrawati,
E. Februari, 2012.Demam Berdarah Dengue.Warta
RSUD, hlm 7.
Nursalam,
Susilaningrum, R. & Utami, S. 2005. Asuhan
Keperawatan Bayi dan Anak (untuk Perawat dan Bidan). Jakarta: Salemba
Medika.
Rampengan, T. H. 1993. Penyakit Infeksi Tropik pada Anak.
Jakarta: EGC.
Soedarmo,
S. S. P. 1988. Demam Berdarah (Dengue) pada
Anak. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia.
Soegijanto,
S. 2002. Ilmu Penyakit Anak, Diagnosa
& Penatalaksanaan. Jakarta: Salemba Medika.
WHO. 2004. Pencegahan dan Pengendalian Dengue dan Demam
Berdarah Dengue. Jakarta: EGC.
BalasHapuswebsite bagus. Butuh motor hubungi kami. Jika mas mau beli motor baru dan tinggal di area Tulungagung,Kediri dan Trenggalek. Bisa wa kami 085 872 760 350
Good information
BalasHapus