Translate

Sabtu, 10 Januari 2015

ASKEP ANAK DENGAN GANGGUAN ANEMIA DEFISIENSI ZAT BESI




LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN ANAK
DENGAN GANGGUAN ANEMIA DEFISIENSI ZAT BESI



Untuk memenuhi tugas matakuliah Keperawatan Anak I
yang dibina oleh Ibu Triana Setijaningsih, S.Pd., M.Kes.



Oleh
Tika Permatasari Sputri
1201300001




logo poltekkes new.jpg
 









DIII KEPERAWATAN BLITAR
JURUSAN KEPERAWATAN
POLTEKKES KEMENKES MALANG
September 2013

 ***

LAPORAN PENDAHULUAN


I.                   PENGERTIAN
Darah mengandung beberapa jenis sel yang berbeda. Yang paling banyak adalah sel darah merah, yang menyerap oksigen dalam paru dan menyebarkannya ke seluruh tubuh. Sel ini mengandung hemoglobin, suatu pigmen merah yang membawa oksigen ke jaringan-jaringan dan membuang bahan tidak berguna, karbondioksida. Saat terjadi penurunan jumlah hemoglobin dalam sel darah merah, darah akan kurang dapat membawa jumlah oksigen yang diperlukan oleh semua sel dalam tubuh guna berfungsi dan tumbuh. Kondisi ini disebut anemia.
Anemia adalah kondisi di mana jumlah sel darah merah dan/atau konsentrasi  hemoglobin turun di bawah normal.

II.                ETIOLOGI
1.      Asupan susu sapi yang berlebihan.
2.      Asupan yang tidak adekuat dari bahan-bahan makanan yang banyak mengandung besi.
3.      Ketidakcukupan jumlah hemoglobin yang terdapat dalam sel darah merah.
4.      Kehilangan darah yang kronis.
5.      Lahir dengan persediaan zat besi yang terlalu sedikit.
6.      Defisiensi folat (vitamin B12).
 

III.             PATOFISIOLOGI

Anak kecil paling sering menjadi anemik saat mereka gagal mendapat cukup zat besi dalam makanannya. Besi diperlukan untuk produksi hemoglobin. Kekurangan zat besi menyebabkan penurunan jumlah hemoglobin dalam sel darah merah. Seorang bayi akan mengalami anemia defisiensi zat besi jika dia mulai meminum susu sapi terlalu dini, terutama jika dia tidak diberi tambahan zat besi atau makanan yang mengandung zat besi.  Bayi yang tidak cukup bulan, bayi dengan perdarahan perinatal yang berlebihan, atau bayi dari ibu yang kurang gizi dan kurang zat besi, juga tidak memiliki cadangan zat besi yang adekuat. Bayi ini resiko lebih tinggi menderita anemia defisiensi besi sebelum berusia 6 bulan. Defisiensi besi pada ibu dapat mengakibatkan berat badan lahir rendah dan kelahiran kurang bulan.
Anemia defisiensi zat besi dapat juga terjadi karena kehilangan darah yang kronis. Pada bayi, hal ini terjadi karena perdarahan usus kronis yang disebabkan oleh protein dalam susu sapi yang tidak tahan panas. Pada anak semua usia, kehilangan darah sebanyak 1—7 ml dari saluran cerna setiap hari dapat menyebabkan anemia defisiensi zat besi.


IV.             TANDA DAN GEJALA (MANIFESTASI KLINIK)

Manifestasi umum:
1.      Kelemahan otot
2.      Mudah lelah
3.      Sering beristirahat.
4.      Napas pendek.
5.      Proses menghisap yang buruk (bayi)
6.      Kulit pucat (pucat lilin terlihat pada anemia berat).
7.      Konjungtiva pucat (Hb 6 sampai 10 g/dl).
8.      Telapak tangan pucat (Hb dibawah 8 g/dl).
9.      Iritabilitas dan anoreksia (Hb 5 g/dl atau lebih rendah).
10.  Takikardia, murmur sistolik.
11.  Pika.
12.  Letargi, kebutuhan tidur meningkat.
13.  Kehilangan minat terhadap mainan atau aktivitas bermain.
Manifestasi sistem saraf pusat:
1.      Sakit kepala.
2.      Pusing.
3.      Kunang-kunang.
4.      Peka rangsang.
5.      Proses berpikir lambat.
6.      Penurunan lapang pandang.
7.      Apatis.
8.      Depresi/cemas.

Syok (anemia kehilangan darah):
1.      Perfusi perifer buruk.
2.      Kulit lembab dan dingin.
3.      Tekanan darah rendah dan tekanan vena sentral.
4.      Peningkatan frekuensi jantung.


V.                PENATALAKSANAAN
1.      KEPERAWATAN
Terapi untuk mengatasi anemia defisiensi zat besi terdiri dari program pengobatan sebagai berikut.
ü  Di usia 6 bulan, bayi yang mendapat ASI harus menerima 1 mg/kg tetesan zat besi per hari.
ü  Untuk bayi yang mendapatkan ASI yang lahir prematur atau mengalami berat badan lahir rendah, direkomendasikan mendapat tetesan zat besi 2—4 mg/kg (maksimum 15 mg) setiap hari yang dimulai sejak usia 1 sampai 12 bulan.
ü  Sampai usia 12 bulan, hanya ASI atau formula bayi yang diperkaya zat besi yang harus diberikan.
ü  Antara usia 1 sampai 5 tahun, anak-anak tidak boleh mengonsumsi susu kedelai, kambing atau sapi lebih dari 680 gr per hari.
ü  Antara usia 4 dan 6 bulan, bayi harus mendapatkan sereal yang diperkaya zat besi sebanyak dua kali atau lebih.
ü  Pada usia 6 bulan, anak harus mendapatkan makanan sehari-hari yang kaya vitamin C untuk meningkatkan absorpsi besi.
2.      MEDIS
ü  zat besi diberikan po dalam dosis 2—3 mg/kg unsur besi. Semua bentuk zat besi sama efektifnya (fero sulfat, fero fumarat, fero suksinat, fero glukonat).
ü  vitamin C harus diberikan bersama besi (vitamin C meningkatkan absorpsi besi).  
ü  zat besi paling baik diserap bila diminum 1 jam sebelum makan.
ü  terapi diberikan sekurang-kurangnya selama 6 minggu setelah anemia dikoreksi untuk mengisi kembali cadangan besi.
ü  zat besi yang disuntikkan jarang dipakai lagi kecuali terdapat penyakit malabsorpsi usus halus.
ü  Lakukan transfusi darah jika memang diperlukan.

VI.             PENCEGAHAN
-          Menganjurkan ibu-ibu untuk memberikan ASI antara usia 0 sampai 6 bulan.
-          Jangan berikan susu sapi pada bayi Anda sampai usia 6 bulan atau setahun.
-          Jika anak Anda meminum ASI, berikan dia makanan yang mengandung zat besi seperti sereal saat mengenalkan makanan padat.
-          Jika bayi Anda meminum susu formula, berikan dia formula yang ditambah zat besi.
-          Minum vitamin pranatal yang mengandung besi (suplementasi dengan perkiraan 1 mg/kg besi per hari).
-          Suplementasi besi harus dimulai ketika bayi akan diberikan susu pengganti.
-          Pastikan anak Anda mendapat makanan yang seimbang dan memakan makanan yang mengandung zat besi.

VII.          KOMPLIKASI
1.      Keterlambatan pertumbuhan (sejak lahir sampai usia 5 tahun)
2.      Perkembangan otot buruk (jangka panjang).
3.      Daya konsentrasi menurun.
4.      Interaksi sosial menurun.
5.      Penurunan prestasi pada uji perkembangan.
6.      Hasil uji perkembangan menurun.
7.      Kemampuan mengolah informasi yang didengar menurun.
8.      Memperberat keracunan timbale (penurunan besi memungkinkan saluran gastrointestinal mengabsorpsi logam berat lebih mudah).
9.      Peningkatan insidens stroke pada bayi dan anak-anak.

VIII.       KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1.      PENGKAJIAN
a.       Pengumpulan data.
1)      Identitas klien.
Pengkajian mengenai nama, umur dan jenis kelamin, alamat, no.register dan keluhan utama saat anak masuk rumah sakit.
2)      Riwayat penyakit sekarang.
Kronologis penyakit yang dialami saat ini sejak awal hingga anak dibawa ke rumah sakit secara lengkap meliputi PQRST:

P: Provoking
Q: Quality
R:Regio
S: Severity
T: Time

3)      Riwayat penyakit dahulu.
Penyakit yang pernah diderita pada masa-masa dahulu. Mungkin ketika masih bayi, baik yang ada hubungannya dengan penyakit sekarang maupun yang tidak berhubungan dengan penyakit sekarang, riwayat operasi dan riwayat alergi.
4)       Riwayat kesehatan keluarga.
Adakah penyakit degeneratif dari keluarga perlu juga untuk dikaji. Atau adanya penyakit ganas dan menular yang dimiliki oleh anggota keluarganya.
5)      Riwayat Tumbuh Kembang

                        Tahap pertumbuhan

Pada anak umur lima tahun, perkiraan berat badan dalam kilogram mengikuti patokan umur 1-6 tahun  yaitu umur ( tahun ) x 2 + 8. Tapi ada rata-rata BB pada usia 3 tahun : 14,6 Kg, pada usia 4 tahun 16,7 kg dan 5 tahun yaitu 18,7 kg. Untuk anak usia pra sekolah rata – rata pertambahan berat badan 2,3 kg/tahun.Sedangkan untuk perkiraan tinggi badan dalam senti meter menggunakan patokan umur 2- 12 tahun yaitu umur ( tahun ) x 6 + 77.Tapi ada rata-rata TB pada usia pra sekolah yaitu 3 tahun 95 cm, 4 tahun 103 cm, dan 5 tahun 110 cm. Rata-rata pertambahan TB pada usia ini yaitu 6 – 7,5 cm/tahun.Pada anak usia 4-5 tahun fisik cenderung bertambah tinggi.

                        Tahap perkembangan.

·         Perkembangan psikososial ( Eric Ercson ) : Inisiatif vs rasa bersalah.Anak punya insiatif mencari pengalaman baru dan jika anak dimarahi atau diomeli maka anak merasa bersalah dan menjadi anak peragu untuk melakukan sesuatu percobaan yang menantang ketrampilan motorik dan bahasanya.
·         Perkembangan psikosexsual ( Sigmund Freud ) : Berada pada fase oedipal/ falik ( 3-5 tahun ).Biasanya senang bermain dengan anak berjenis kelamin berbeda.Oedipus komplek ( laki-laki lebih dekat dengan ibunya ) dan Elektra komplek ( perempuan lebih dekat ke ayahnya ).
·         Perkembangan kognitif ( Piaget ) : Berada pada tahap preoperasional yaitu fase preconseptual ( 2- 4 tahun ) dan fase pemikiran intuitive ( 4- 7 tahun ). Pada tahap ini kanan-kiri belum sempurna, konsep sebab akibat dan konsep waktu belum benar dan magical thinking.
·         Perkembangan moral berada pada prekonvensional yaitu mulai melakukan kebiasaan prososial : sharing, menolong, melindungi, memberi sesuatu, mencari teman dan mulai bisa menjelaskan peraturan- peraturan yang dianut oleh keluarga.
·         Perkembangan spiritual yaitu mulai mencontoh kegiatan keagamaan dari orang tua atau guru dan belajar yang benar – salah untuk menghindari hukuman.
·         Perkembangan body image yaitu mengenal kata cantik, jelek,pendek-tinggi,baik-nakal, bermain sesuai peran jenis kelamin, membandingkan ukuran tubuhnya dengan kelompoknya.
·         Perkembangan sosial yaitu berada pada fase “ Individuation – Separation “. Dimana sudah bisa mengatasi kecemasannya terutama pada orang yang tak di kenal dan sudah bisa mentoleransi perpisahan dari orang tua walaupun dengan sedikit atau tidak protes.
·         Perkembangan bahasa yaitu vocabularynya meningkat lebih dari 2100 kata pada akhir umur 5 tahun. Mulai bisa merangkai 3- 4 kata menjadi kalimat. Sudah bisa menamai objek yang familiar seperti binatang, bagian tubuh, dan nama-nama temannya. Dapat menerima atau memberikan perintah sederhana.
·         Tingkah laku personal sosial yaitu dapat memverbalisasikan permintaannya, lebih banyak bergaul, mulai menerima bahwa orang lain mempunyai pemikiran juga, dan mulai menyadari bahwa dia mempunyai lingkungan luar.
·         Bermain jenis assosiative play yaitu bermain dengan orang lain yang mempunyai permainan yang mirip.Berkaitan dengan pertumbuhan fisik dan kemampuan motorik halus yaitu melompat, berlari, memanjat,dan bersepeda dengan roda tiga.
6)      Riwayat Imunisasi
Anak usia pra sekolah sudah harus mendapat imunisasi lengkap antara lain : BCG, POLIO I,II, III; DPT I, II, III; dan campak.
7)      Riwayat Nutrisi
Untuk mengetahui status gizi pada anak, adakah tanda-tanda yang menunjukkan anak mengalami gangguan kekurangan nutrisi.


8)      Pemeriksaan fisik
a)      Status kesehatan umum
Perlu dikaji tentang kesadaran klien, kecemasan, gelisah, kelemahan yang nampak pada klien.
b)      Integumen
Dikaji adanya permukaan yang kasar, kering, kelainan pigmentasi, turgor kulit, kelembapan, mengelupas atau bersisik, perdarahan, pruritus, ensim, serta adanya bekas atau tanda urtikaria atau dermatitis pada rambut di kaji warna rambut, kelembaban dan kusam.
c)      Kepala.
Dikaji tentang bentuk kepala, simetris adanya penonjolan, riwayat trauma, adanya keluhan sakit kepala atau pusing, vertigo kelang ataupun hilang kesadaran.
d)     Mata.
Adanya penurunan ketajaman penglihatan akan menambah stres yang di rasakan klien. Serta riwayat penyakit mata lainya.
e)      Hidung
Lakukan inspeksi bentuk hidung, adanya kelainan dan fungsi olfaktori.
f)       Mulut dan laring
Dikaji adanya perdarahan pada gusi. Gangguan rasa menelan dan mengunyah, dan sakit pada tenggorok.
g)      Leher
Dikaji adanya nyeri leher, kaku pada pergerakaan, pembesran tiroid serta adanya pembesaran vena jugularis.
h)      Thorak
(1)   Inspeksi
Dada di inspeksi terutama postur bentuk dan kesemetrisan adanya peningkatan diameter anteroposterior, retraksi otot-otot Interkostalis, sifat dan irama pernafasan serta frekwensi pernafasan.
(2)   Palpasi.
Pada palpasi di kaji tentang kesimetrisan, ekspansi dan taktil fremitus.
(3)   Perkusi
Pada perkusi didapatkan suara normal sampai hipersonor sedangkan diafragma menjadi datar dan rendah.
(4)   Auskultasi.
Kaji bagaimana suara nafas, adakah bunyi-bunyi tambahan nafas.
i)   Kardiovaskuler.
Jantung dikaji adanya pembesaran jantung atau tidak, dan hyperinflasi suara jantung melemah. Tekanan darah dan nadi yang meningkat atau tidak.
j)   Abdomen dan genitalia.
Perlu dikaji tentang bentuk, turgor, nyeri, serta adanya tanda-tanda kelainan yang lain. Inspeksi genitalia dan kaji adanya kelainan yang timbul.
k)   Ekstrimitas.
Dikaji adanya edema extremitas, tremor dan adanya tanda-tanda sianosis.
Pemeriksaan penunjang.
Ø  Lakukan pemeriksaan penunjang kadar Hb, hematokrit, MCV, MCHC, konsentrasi protoporfirin eritrosit serta Saturasi transferin dan konsentrasi feritin.
Setelah dilakukan pemeriksaan penunjang untuk analisa elemen darah pada penderita anemia biasanya akan menunjukkan hasil sebagai berikut.
o   Konsentrasi Hb menurun.
o   Hematokrit menurun.
o   MCV dan MCHC menurun.
o   Keluasan distribusi sel darah merah (kadar: 14%)
o   Konsentrasi protoporfirin eritrosit, 1—2 tahun: 80 µg/dl sel darah merah
o   Saturasi transferin , lebih muda dari 6 bulan: 15 µg/L atau kurang.
o   Konsentrasi feritin serum kurang dari 16%.

2.      ANALISA DATA
Data yang dikumpulkan harus dianalisa untuk menentukan masalah klien. Analisa data merupakan proses intelektual yang meliputi pengelompokan data, mengidentifikasi kesenjangan dan menentukan pola dari data yang terkumpul serta membandingkan susunan atau kelompok data dengan standart nilai normal, menginterprestasikan data dan akhirnya membuat kesimpulan. Hasil dari analisa adalah pernyataan masalah keperawatan. Contoh:

DATA PENUNJANG
MASALAH
KEMUNGKINAN PENYEBAB
Data Subyektif:
-Anak mengeluh sering merasa lelah dan merasa lemas

Data Obyektif:
-Anak tampak pucat
-Konjungtiva anemis
-Dari hasil pemeriksaan lab konsentrasi Hb menurun
-Konjungtiva anemis
-Pika
-           Intoleransi aktivitas
-          Ansietas.
-          Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh
-          Gangguan perfusi jaringan
-          Penurunan pengiriman oksigen ke jaringan.
-          Prosedur diagnostic/ transfusi.
-          Kelemahan umum
-          Penurunan pengiriman oksigen ke jaringan
-          Ketidakadekuatan masukan besi.
-          kurang pengetahuan mengenai makanan yang diperkaya dengan besi.
-          penurunan konsentrasi hemoglobin dalam darah

3.      DIAGNOSA
Diagnosa keperawatan diambil dari NANDA. Diagnosa untuk penderita anemia yang biasanya muncul adalah:
1.      Ansietas berhubungan dengan prosedur diagnostik/transfusi.
2.      Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum.
3.      Intoleransi aktivitas berhubungan dengan penurunan pengiriman oksigen ke jaringan.
4.      Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakadekuatan masukan besi.
5.      Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kurang pengetahuan mengenai makanan yang diperkaya dengan besi.
6.      Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan konsentrasi hemoglobin dalam darah.
4.      INTERVENSI
Dx.1. ansietas berhubungan dengan prosedur diagnostik/transfusi.
Tujuan:
1.      pasien (keluarga) mendapatkan pengetahuan tentang gangguan, tes diagnostik dan pengobatan.
2.      Pasien mengalami stress emosional minimal.
3.      Pasien menerima elemen darah yang tepat.
Kriteria  waktu: 1x24 jam.
Kriteria hasil:
1. Anak dan keluarga menunjukkan ansietas yang minimal.
2. Anak dan keluarga menunjukkan pemahaman tentang gangguan, tes diagnostik dan pengobatan.
3. Anak tetap tenang.
4. Anak menerima elemen darah yang tepat tanpa masalah.
Intervensi: siapkan anak untuk tes.
R/: untuk menghilangkan ansietas/rasa takut.
Intervensi: tetap bersama anak selama tes dan memulai transfusi
R/: untuk memberikan dukungan dan observasi pada kemungkinan komplikasi.
Intervensi: dorong orang tua untuk tetap bersama anak.
R/: untuk meminimalkan stress karena perpisahan.
Intervensi: berikan tindakan kenyamanan (mis., dot, menimang, musik).
R/: untuk meminimalkan stress.
Intervensi: dorong anak untuk mengekspresikan perasaan.
R/: untuk meminimalkan ansietas/rasa takut.
Intervensi: berikan darah, sel darah, trombosit sesuai ketentuan.
R/: agar tidak menimbulkan komplikasi.
Intervensi: berikan faktor pertumbuhan hematopoietik, sesuai ketentuan.
R/: untuk merangsang pembentukan sel darah.

Dx.2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum.
Tujuan: pasien mendapat istirahat yang adekuat.
Kriteria waktu: 1x24 jam.
Kriteria hasil:
1.  Anak bermain dan istirahat dengan tenang dan melakukan aktivitas yang sesuai dengan kemampuan.
2.  Anak tidak menunjukkan tanda-tanda aktivitas fisik atau keletihan.
Intervensi: observasi adanya tanda kerja fisik (takikardia, palpitasi, takipnea, dispnea, napas pendek, hiperpnea, sesak napas, pusing, kunang-kunang, berkeringat, dan perubahan warna kulit) dan keletihan (lemas, postur loyo, gerakan lambat dan tegang, tidak dapat mentoleransi aktivitas tambahan).
R/: untuk merencanakan istirahat yang tepat.
Intervensi: antisipasi dan bantu dalam aktivitas kehidupan sehari-hari yang mungkin diluar batas toleransi anak.
R/: untuk mencegah kelelahan.
Intervensi: beri aktivitas bermain pengalihan
R/: meningkatkan istirahat dan tenang tetapi mencegah kebosanan dan menarik diri.
Intervensi: pilih teman sekamar yang sesuai dengan usia dan dengan minat yang sama yang memerlukan aktivitas terbatas.
R/: untuk mendorong kepatuhan pada kebutuhan istirahat.
Intervensi: bantu pada aktivitas yang memerlukan kerja fisik.
R/: mengurangi kelelahan pada anak.

Dx.3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan penurunan pengiriman oksigen ke jaringan.
Tujuan: pasien menunjukkan pernapasan normal.
Kriteria waktu: 1x24 jam.
Kriteria hasil:
1.      Pasien bernapas dengan mudah, frekuensi dan kedalaman pernapasan normal..
Intervensi: pertahankan posisi Fowler-tinggi
R/: untuk pertukaran udara yang optimal.
Intervensi: beri oksigen suplemen
R/: untuk meningkatkan oksigen ke jaringan.
Intervensi: ukur tanda vital selama periode istirahat.
R/: untuk menentukan nilai dasar perbandingan selama periode aktivitas.

Dx.4. perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakadekuatan masukan besi.
Tujuan: pasien mendapatkan suplai besi adekuat.
Kriteria waktu: 1x24 jam.
Kriteria hasil: Anak sedikitnya mendapatkan kebutuhan besi minimum harian.
Intervensi: berikan konseling diet pada pemberi perawatan, khususnya mengenai hal-hal berikut: sumber besi dari makanan (mis., daging, legume, kacang, gandum, sereal bayi yang diperkaya dengan besi dan sereal kering).
R/: untuk memastikan bahwa anak mendapat suplai besi yang adekuat.
Intervensi: beri susu pada bayi sebagai makanan suplemen setelah makanan padat diberikan.
R/: karena terlalu banyak minum susu akan menurunkan masukan makanan padat yang mengandung besi.
Intervensi: ajari anak yang lebih besar tentang pentingnya besi adekuat dalam diet.
R/: untuk mendorong kepatuhan.

Dx.5. perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kurang pengetahuan mengenai makanan yang diperkaya dengan besi.
Tujuan: Kebutuhan nutrisi tercukupi.
Kriteria waktu: 2x24 jam.
Kriteria hasil:
1.      Keluarga menghubungkan riwayat diet yang memperjelas kepatuhan anak terhadap anjuran ini.
2.      Anak diberikan suplemen besi yang dibuktikan dengan feses yang berwarna hijau.
3.      Anak meminum obat dengan tepat.
Intervensi: berikan preparat besi sesuai ketentuan. Instruksikan keluarga mengenai pemberian preparat besi oral yang tepat: berikan dalam dosis terbagi.
R/: untuk absorpsi maksimum.
Intervensi: berikan di antara waktu makan.
R/: untuk meningkatkan absorpsi pada traktus gastrointestinal bagian atas.
Intervensi: berikan dengan jus buah atau preparat multivitamin.
R/: karena vitamin C memudahkan absorpsi besi.
Intervensi: jangan memberikannya bersama susu atau antasida.
R/: karena bahan ini akan menurunkan absorpsi besi.
Intervensi: berikan preparat cair dengan pipet,spuit atau sedotan.
R/: untuk menghindari kontak dengan gigi dan kemungkinan pewarnaan.
Intervensi: kaji karakteristik feses.
R/: karena dosis adekuat besi oral akan mengubah feses menjadi berwarna hijau gelap.


Dx.6. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan konsentrasi hemoglobin dalam darah.
Tujuan: menunjukkan perfusi adekuat.
Kriteria waktu: 2x24 jam
Kriteria hasil: TTV stabil, membrane mukosa berwarna merah muda, pengisian kapiler baik, mental seperti biasa.
Intervensi: awasi TTV, kaji pengisian kapiler, warna kulit/membrane mukosa, dasar kuku.
R/: memberikan informasi tentang derajat/keadekuatan perfusi jaringan.
Intervensi: tinggikan kepala tempat tidur sesuai toleransi.
R/: meningkatkan ekspansi paru.
Intervensi: selidiki keluhan nyeri dada, palpitasi
R/: iskemia seluler memengaruhi jaringan miokardial/potensial risiko infark.
Intervensi: kaji untuk respon verbal melambat, gangguan memori, bingung.
R/: dapat mengindikasikan gangguan fungsi serebral karena hipoksia atau defisiensi vit B12.
Intervensi: catat keluhan rasa dingin, pertahankan suhu lingkungan dan tubuh hangat sesuai indikasi.
R/: vasokontriksi menurunkan sirkulasi perifer.
Intervensi: awasi hasil pemeriksaan lab.
R/: mengidentifikasi defisiensi dan kebutuhan pengobatan/respon terhadap terapi.
Intervensi: Berikan oksigen tambahan sesuai indikasi.
R/: meningkatkan jumlah sel pembawa oksigen.
5.IMPLEMENTASI
Tindakan diberikan sesuai dengan intervensi dari masing-masing diagnosa yang ada.
6.EVALUASI
Evaluasi formatif dilakukan dengan format SOAP sesuai dengan perkembangan pasien.
DAFTAR RUJUKAN
Barkin, R. M. 1995. Diagnosis Pediatri yang Berorientasi pada Masalah.
Jakarta: Binarupa Aksara.
Behrman, R. E., Kliegman, R. M. & Arvin, A. M. 2000. Ilmu Kesehatan Anak Nelson. Jakarta: EGC.
Betz, C. L. & Sowden, L. A. 2002. Buku Saku Keperawatan Pediatri.
Jakarta: EGC.
Betz, L. B. & Sowden, L. A. 2009. Buku Saku Keperawatan Pediatri.
Jakarta: EGC.
Departemen Kesehatan RI-Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. 1978. Perawat Anak di Pusat Kesehatan Masyarakat.
Shelov, S. P. 2004. Panduan Lengkap Perawatan untuk bayi dan Balita.
Jakarta: Arcan.
Wong, D. L. 2003. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik. Jakarta: EGC.
Kowalak, J.P., Welsh, W. & Mayer, B. (Ed). 2011. Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta: EGC.
Mudayatiningsih, S., Lundy, F. & Mugianti, S. 2011. Modul Pemeriksaan Fisik dan Implikasinya dalam Keperawatan.

2 komentar: