LAPORAN
PENDAHULUAN
ASUHAN
KEPERAWATAN ANAK
DENGAN GANGGUAN
ANEMIA DEFISIENSI ZAT BESI
Untuk memenuhi tugas matakuliah
Keperawatan Anak I
yang dibina oleh Ibu Triana
Setijaningsih, S.Pd., M.Kes.
Oleh
Tika Permatasari Sputri
1201300001
DIII
KEPERAWATAN BLITAR
JURUSAN
KEPERAWATAN
POLTEKKES
KEMENKES MALANG
September
2013
***
LAPORAN
PENDAHULUAN
I.
PENGERTIAN
Darah mengandung
beberapa jenis sel yang berbeda. Yang paling banyak adalah sel darah merah,
yang menyerap oksigen dalam paru dan menyebarkannya ke seluruh tubuh. Sel ini
mengandung hemoglobin, suatu pigmen merah yang membawa oksigen ke
jaringan-jaringan dan membuang bahan tidak berguna, karbondioksida. Saat
terjadi penurunan jumlah hemoglobin dalam sel darah merah, darah akan kurang
dapat membawa jumlah oksigen yang diperlukan oleh semua sel dalam tubuh guna
berfungsi dan tumbuh. Kondisi ini disebut anemia.
Anemia adalah kondisi
di mana jumlah sel darah merah dan/atau konsentrasi hemoglobin turun di bawah normal.
II.
ETIOLOGI
1. Asupan
susu sapi yang berlebihan.
2. Asupan
yang tidak adekuat dari bahan-bahan makanan yang banyak mengandung besi.
3. Ketidakcukupan
jumlah hemoglobin yang terdapat dalam sel darah merah.
4. Kehilangan
darah yang kronis.
5. Lahir
dengan persediaan zat besi yang terlalu sedikit.
6. Defisiensi
folat (vitamin B12).
III.
PATOFISIOLOGI
Anak kecil paling
sering menjadi anemik saat mereka gagal mendapat cukup zat besi dalam
makanannya. Besi diperlukan untuk produksi hemoglobin. Kekurangan zat besi
menyebabkan penurunan jumlah hemoglobin dalam sel darah merah. Seorang bayi
akan mengalami anemia defisiensi zat besi jika dia mulai meminum susu sapi
terlalu dini, terutama jika dia tidak diberi tambahan zat besi atau makanan
yang mengandung zat besi. Bayi yang
tidak cukup bulan, bayi dengan perdarahan perinatal yang berlebihan, atau bayi
dari ibu yang kurang gizi dan kurang zat besi, juga tidak memiliki cadangan zat
besi yang adekuat. Bayi ini resiko lebih tinggi menderita anemia defisiensi
besi sebelum berusia 6 bulan. Defisiensi besi pada ibu dapat mengakibatkan
berat badan lahir rendah dan kelahiran kurang bulan.
Anemia defisiensi zat
besi dapat juga terjadi karena kehilangan darah yang kronis. Pada bayi, hal ini
terjadi karena perdarahan usus kronis yang disebabkan oleh protein dalam susu
sapi yang tidak tahan panas. Pada anak semua usia, kehilangan darah sebanyak
1—7 ml dari saluran cerna setiap hari dapat menyebabkan anemia defisiensi zat
besi.
IV.
TANDA
DAN GEJALA (MANIFESTASI KLINIK)
Manifestasi umum:
1. Kelemahan
otot
2. Mudah
lelah
3. Sering
beristirahat.
4. Napas
pendek.
5. Proses
menghisap yang buruk (bayi)
6. Kulit
pucat (pucat lilin terlihat pada anemia berat).
7. Konjungtiva
pucat (Hb 6 sampai 10 g/dl).
8. Telapak
tangan pucat (Hb dibawah 8 g/dl).
9. Iritabilitas
dan anoreksia (Hb 5 g/dl atau lebih rendah).
10. Takikardia,
murmur sistolik.
11. Pika.
12. Letargi,
kebutuhan tidur meningkat.
13. Kehilangan
minat terhadap mainan atau aktivitas bermain.
Manifestasi
sistem saraf pusat:
1. Sakit
kepala.
2. Pusing.
3. Kunang-kunang.
4. Peka
rangsang.
5. Proses
berpikir lambat.
6. Penurunan
lapang pandang.
7. Apatis.
8. Depresi/cemas.
Syok
(anemia kehilangan darah):
1. Perfusi
perifer buruk.
2. Kulit
lembab dan dingin.
3. Tekanan
darah rendah dan tekanan vena sentral.
4. Peningkatan
frekuensi jantung.
V.
PENATALAKSANAAN
1.
KEPERAWATAN
Terapi untuk mengatasi anemia defisiensi
zat besi terdiri dari program pengobatan sebagai berikut.
ü Di
usia 6 bulan, bayi yang mendapat ASI harus menerima 1 mg/kg tetesan zat besi
per hari.
ü Untuk
bayi yang mendapatkan ASI yang lahir prematur atau mengalami berat badan lahir
rendah, direkomendasikan mendapat tetesan zat besi 2—4 mg/kg (maksimum 15 mg)
setiap hari yang dimulai sejak usia 1 sampai 12 bulan.
ü Sampai
usia 12 bulan, hanya ASI atau formula bayi yang diperkaya zat besi yang harus
diberikan.
ü Antara
usia 1 sampai 5 tahun, anak-anak tidak boleh mengonsumsi susu kedelai, kambing
atau sapi lebih dari 680 gr per hari.
ü Antara
usia 4 dan 6 bulan, bayi harus mendapatkan sereal yang diperkaya zat besi
sebanyak dua kali atau lebih.
ü Pada
usia 6 bulan, anak harus mendapatkan makanan sehari-hari yang kaya vitamin C
untuk meningkatkan absorpsi besi.
2.
MEDIS
ü zat
besi diberikan po dalam dosis 2—3 mg/kg unsur besi. Semua bentuk zat besi sama
efektifnya (fero sulfat, fero fumarat, fero suksinat, fero glukonat).
ü vitamin
C harus diberikan bersama besi (vitamin C meningkatkan absorpsi besi).
ü zat
besi paling baik diserap bila diminum 1 jam sebelum makan.
ü terapi
diberikan sekurang-kurangnya selama 6 minggu setelah anemia dikoreksi untuk
mengisi kembali cadangan besi.
ü zat
besi yang disuntikkan jarang dipakai lagi kecuali terdapat penyakit malabsorpsi
usus halus.
ü Lakukan
transfusi darah jika memang diperlukan.
VI.
PENCEGAHAN
-
Menganjurkan ibu-ibu untuk memberikan
ASI antara usia 0
sampai 6 bulan.
-
Jangan berikan susu sapi pada bayi Anda
sampai usia 6 bulan atau setahun.
-
Jika anak Anda meminum ASI, berikan dia
makanan yang mengandung zat besi seperti sereal saat mengenalkan makanan padat.
-
Jika bayi Anda meminum susu formula,
berikan dia formula yang ditambah zat besi.
-
Minum vitamin pranatal yang mengandung
besi (suplementasi dengan perkiraan 1 mg/kg besi per hari).
-
Suplementasi besi harus dimulai ketika
bayi akan diberikan susu pengganti.
-
Pastikan anak Anda mendapat makanan yang
seimbang dan memakan makanan yang mengandung zat besi.
VII.
KOMPLIKASI
1. Keterlambatan
pertumbuhan (sejak lahir sampai usia 5 tahun)
2. Perkembangan
otot buruk (jangka panjang).
3. Daya
konsentrasi menurun.
4. Interaksi
sosial menurun.
5. Penurunan
prestasi pada uji perkembangan.
6. Hasil
uji perkembangan menurun.
7. Kemampuan
mengolah informasi yang didengar menurun.
8. Memperberat
keracunan timbale (penurunan besi memungkinkan saluran gastrointestinal
mengabsorpsi logam berat lebih mudah).
9. Peningkatan
insidens stroke pada bayi dan anak-anak.
VIII.
KONSEP
ASUHAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
a.
Pengumpulan
data.
1)
Identitas
klien.
Pengkajian mengenai nama, umur dan
jenis kelamin, alamat, no.register dan
keluhan utama saat anak masuk rumah sakit.
2) Riwayat penyakit sekarang.
Kronologis penyakit yang dialami
saat ini sejak awal hingga anak dibawa ke rumah sakit secara lengkap meliputi
PQRST:
P: Provoking
Q: Quality
R:Regio
S: Severity
T: Time
3)
Riwayat
penyakit dahulu.
Penyakit yang pernah
diderita pada masa-masa dahulu. Mungkin ketika masih bayi, baik
yang ada hubungannya dengan penyakit sekarang maupun yang tidak berhubungan
dengan penyakit sekarang, riwayat operasi dan riwayat alergi.
4) Riwayat
kesehatan keluarga.
Adakah penyakit degeneratif dari keluarga perlu juga
untuk dikaji. Atau adanya penyakit ganas dan menular yang dimiliki oleh anggota
keluarganya.
5) Riwayat
Tumbuh Kembang
Tahap pertumbuhan
Pada
anak umur lima tahun, perkiraan berat badan dalam kilogram mengikuti patokan
umur 1-6 tahun yaitu umur ( tahun ) x 2
+ 8. Tapi ada rata-rata BB pada usia 3 tahun : 14,6 Kg, pada usia 4 tahun 16,7
kg dan 5 tahun yaitu 18,7 kg. Untuk anak usia pra sekolah rata – rata
pertambahan berat badan 2,3 kg/tahun.Sedangkan untuk perkiraan tinggi badan
dalam senti meter menggunakan patokan umur 2- 12 tahun yaitu umur ( tahun ) x 6
+ 77.Tapi ada rata-rata TB pada usia pra sekolah yaitu 3 tahun 95 cm, 4 tahun
103 cm, dan 5 tahun 110 cm. Rata-rata pertambahan TB pada usia ini yaitu 6 –
7,5 cm/tahun.Pada anak usia 4-5 tahun fisik cenderung bertambah tinggi.
Tahap perkembangan.
·
Perkembangan psikososial ( Eric Ercson )
: Inisiatif vs rasa bersalah.Anak punya insiatif mencari pengalaman baru dan
jika anak dimarahi atau diomeli maka anak merasa bersalah dan menjadi anak
peragu untuk melakukan sesuatu percobaan yang menantang ketrampilan motorik dan
bahasanya.
·
Perkembangan psikosexsual ( Sigmund
Freud ) : Berada pada fase oedipal/ falik ( 3-5 tahun ).Biasanya senang bermain
dengan anak berjenis kelamin berbeda.Oedipus komplek ( laki-laki lebih dekat
dengan ibunya ) dan Elektra komplek ( perempuan lebih dekat ke ayahnya ).
·
Perkembangan kognitif ( Piaget ) :
Berada pada tahap preoperasional yaitu fase preconseptual ( 2- 4 tahun ) dan
fase pemikiran intuitive ( 4- 7 tahun ). Pada tahap ini kanan-kiri belum
sempurna, konsep sebab akibat dan konsep waktu belum benar dan magical
thinking.
·
Perkembangan moral berada pada
prekonvensional yaitu mulai melakukan kebiasaan prososial : sharing, menolong,
melindungi, memberi sesuatu, mencari teman dan mulai bisa menjelaskan
peraturan- peraturan yang dianut oleh keluarga.
·
Perkembangan spiritual yaitu mulai
mencontoh kegiatan keagamaan dari orang tua atau guru dan belajar yang benar –
salah untuk menghindari hukuman.
·
Perkembangan body image yaitu mengenal
kata cantik, jelek,pendek-tinggi,baik-nakal, bermain sesuai peran jenis
kelamin, membandingkan ukuran tubuhnya dengan kelompoknya.
·
Perkembangan sosial yaitu berada pada
fase “ Individuation – Separation “. Dimana sudah bisa mengatasi kecemasannya
terutama pada orang yang tak di kenal dan sudah bisa mentoleransi perpisahan
dari orang tua walaupun dengan sedikit atau tidak protes.
·
Perkembangan bahasa yaitu vocabularynya
meningkat lebih dari 2100 kata pada akhir umur 5 tahun. Mulai bisa merangkai 3-
4 kata menjadi kalimat. Sudah bisa menamai objek yang familiar seperti
binatang, bagian tubuh, dan nama-nama temannya. Dapat menerima atau memberikan
perintah sederhana.
·
Tingkah laku personal sosial yaitu dapat
memverbalisasikan permintaannya, lebih banyak bergaul, mulai menerima bahwa
orang lain mempunyai pemikiran juga, dan mulai menyadari bahwa dia mempunyai
lingkungan luar.
·
Bermain jenis assosiative play yaitu
bermain dengan orang lain yang mempunyai permainan yang mirip.Berkaitan dengan
pertumbuhan fisik dan kemampuan motorik halus yaitu melompat, berlari,
memanjat,dan bersepeda dengan roda tiga.
6) Riwayat
Imunisasi
Anak
usia pra sekolah sudah harus mendapat imunisasi lengkap antara lain : BCG,
POLIO I,II, III; DPT I, II, III; dan campak.
7) Riwayat
Nutrisi
Untuk mengetahui status gizi pada anak, adakah
tanda-tanda yang menunjukkan anak mengalami gangguan kekurangan nutrisi.
8)
Pemeriksaan
fisik
a)
Status
kesehatan umum
Perlu dikaji tentang kesadaran klien, kecemasan, gelisah,
kelemahan yang nampak pada klien.
b)
Integumen
Dikaji adanya permukaan yang kasar, kering, kelainan
pigmentasi, turgor kulit, kelembapan, mengelupas atau bersisik, perdarahan,
pruritus, ensim, serta adanya bekas atau tanda urtikaria atau dermatitis pada
rambut di kaji warna rambut, kelembaban dan kusam.
c)
Kepala.
Dikaji tentang bentuk kepala, simetris adanya penonjolan,
riwayat trauma, adanya keluhan sakit kepala atau pusing, vertigo kelang ataupun
hilang kesadaran.
d)
Mata.
Adanya penurunan ketajaman penglihatan akan menambah
stres yang di rasakan klien. Serta riwayat penyakit mata lainya.
e)
Hidung
Lakukan
inspeksi bentuk hidung, adanya kelainan dan fungsi olfaktori.
f)
Mulut
dan laring
Dikaji adanya perdarahan pada gusi. Gangguan rasa menelan
dan mengunyah, dan sakit pada tenggorok.
g)
Leher
Dikaji adanya nyeri leher, kaku pada pergerakaan,
pembesran tiroid serta adanya pembesaran vena jugularis.
h)
Thorak
(1)
Inspeksi
Dada di inspeksi terutama postur bentuk dan kesemetrisan
adanya peningkatan diameter anteroposterior, retraksi otot-otot Interkostalis,
sifat dan irama pernafasan serta frekwensi pernafasan.
(2)
Palpasi.
Pada palpasi di kaji tentang kesimetrisan, ekspansi dan taktil fremitus.
(3)
Perkusi
Pada perkusi didapatkan suara normal sampai hipersonor
sedangkan diafragma menjadi datar dan rendah.
(4)
Auskultasi.
Kaji
bagaimana suara nafas, adakah bunyi-bunyi tambahan nafas.
i) Kardiovaskuler.
Jantung dikaji adanya pembesaran jantung atau tidak,
dan hyperinflasi suara jantung melemah. Tekanan darah dan
nadi yang meningkat atau tidak.
j) Abdomen
dan genitalia.
Perlu dikaji tentang bentuk, turgor, nyeri, serta
adanya tanda-tanda kelainan yang lain.
Inspeksi genitalia dan kaji adanya kelainan yang timbul.
k) Ekstrimitas.
Dikaji adanya edema extremitas, tremor dan adanya
tanda-tanda sianosis.
Pemeriksaan penunjang.
Ø Lakukan
pemeriksaan penunjang kadar Hb, hematokrit, MCV, MCHC, konsentrasi protoporfirin
eritrosit serta Saturasi transferin dan konsentrasi feritin.
Setelah
dilakukan pemeriksaan penunjang untuk analisa elemen darah pada penderita
anemia biasanya akan menunjukkan hasil sebagai berikut.
o
Konsentrasi Hb menurun.
o
Hematokrit menurun.
o
MCV dan MCHC menurun.
o
Keluasan distribusi sel darah merah
(kadar: 14%)
o
Konsentrasi protoporfirin eritrosit, 1—2
tahun: 80 µg/dl sel darah merah
o
Saturasi transferin , lebih muda dari 6
bulan: 15 µg/L atau kurang.
o
Konsentrasi feritin serum kurang dari
16%.
2. ANALISA DATA
Data yang dikumpulkan harus dianalisa untuk menentukan
masalah klien. Analisa data merupakan proses intelektual yang meliputi
pengelompokan data, mengidentifikasi kesenjangan dan menentukan pola dari data
yang terkumpul serta membandingkan susunan atau kelompok data dengan standart
nilai normal, menginterprestasikan data dan akhirnya membuat kesimpulan. Hasil
dari analisa adalah pernyataan masalah keperawatan.
Contoh:
DATA PENUNJANG
|
MASALAH
|
KEMUNGKINAN PENYEBAB
|
Data Subyektif:
-Anak
mengeluh sering merasa lelah dan merasa lemas
Data
Obyektif:
-Anak tampak
pucat
-Konjungtiva
anemis
-Dari hasil
pemeriksaan lab konsentrasi Hb menurun
-Konjungtiva
anemis
-Pika
|
-
Intoleransi aktivitas
-
Ansietas.
-
Perubahan nutrisi: kurang dari
kebutuhan tubuh
-
Gangguan perfusi jaringan
|
-
Penurunan
pengiriman oksigen ke jaringan.
-
Prosedur
diagnostic/ transfusi.
-
Kelemahan
umum
-
Penurunan
pengiriman oksigen ke jaringan
-
Ketidakadekuatan
masukan besi.
-
kurang pengetahuan mengenai makanan yang diperkaya
dengan besi.
-
penurunan konsentrasi hemoglobin dalam darah
|
3. DIAGNOSA
Diagnosa
keperawatan diambil dari NANDA. Diagnosa untuk penderita anemia yang biasanya
muncul adalah:
1. Ansietas
berhubungan dengan prosedur diagnostik/transfusi.
2. Intoleransi
aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum.
3. Intoleransi
aktivitas berhubungan dengan penurunan pengiriman oksigen ke jaringan.
4. Perubahan
nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakadekuatan
masukan besi.
5. Perubahan
nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kurang pengetahuan
mengenai makanan yang diperkaya dengan besi.
6. Gangguan
perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan konsentrasi hemoglobin dalam
darah.
4. INTERVENSI
Dx.1. ansietas
berhubungan dengan prosedur diagnostik/transfusi.
Tujuan:
1.
pasien (keluarga) mendapatkan
pengetahuan tentang gangguan, tes diagnostik dan pengobatan.
2.
Pasien mengalami stress emosional
minimal.
3.
Pasien menerima elemen darah yang tepat.
Kriteria waktu: 1x24 jam.
Kriteria hasil:
1. Anak dan keluarga
menunjukkan ansietas yang minimal.
2. Anak dan keluarga
menunjukkan pemahaman tentang gangguan, tes diagnostik dan pengobatan.
3. Anak tetap tenang.
4. Anak menerima elemen
darah yang tepat tanpa masalah.
Intervensi: siapkan
anak untuk tes.
R/: untuk menghilangkan
ansietas/rasa takut.
Intervensi: tetap
bersama anak selama tes dan memulai transfusi
R/: untuk memberikan
dukungan dan observasi pada kemungkinan komplikasi.
Intervensi: dorong
orang tua untuk tetap bersama anak.
R/: untuk meminimalkan
stress karena perpisahan.
Intervensi: berikan
tindakan kenyamanan (mis., dot, menimang, musik).
R/: untuk meminimalkan
stress.
Intervensi: dorong anak
untuk mengekspresikan perasaan.
R/: untuk meminimalkan
ansietas/rasa takut.
Intervensi: berikan
darah, sel darah, trombosit sesuai ketentuan.
R/: agar tidak
menimbulkan komplikasi.
Intervensi: berikan
faktor pertumbuhan hematopoietik, sesuai ketentuan.
R/: untuk merangsang
pembentukan sel darah.
Dx.2. Intoleransi
aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum.
Tujuan: pasien mendapat
istirahat yang adekuat.
Kriteria waktu: 1x24
jam.
Kriteria hasil:
1. Anak bermain dan istirahat dengan tenang dan
melakukan aktivitas yang sesuai dengan kemampuan.
2. Anak tidak menunjukkan tanda-tanda aktivitas
fisik atau keletihan.
Intervensi: observasi
adanya tanda kerja fisik (takikardia, palpitasi, takipnea, dispnea, napas
pendek, hiperpnea, sesak napas, pusing, kunang-kunang, berkeringat, dan
perubahan warna kulit) dan keletihan (lemas, postur loyo, gerakan lambat dan
tegang, tidak dapat mentoleransi aktivitas tambahan).
R/: untuk merencanakan
istirahat yang tepat.
Intervensi: antisipasi
dan bantu dalam aktivitas kehidupan sehari-hari yang mungkin diluar batas
toleransi anak.
R/: untuk mencegah
kelelahan.
Intervensi: beri
aktivitas bermain pengalihan
R/: meningkatkan
istirahat dan tenang tetapi mencegah kebosanan dan menarik diri.
Intervensi: pilih teman
sekamar yang sesuai dengan usia dan dengan minat yang sama yang memerlukan
aktivitas terbatas.
R/: untuk mendorong
kepatuhan pada kebutuhan istirahat.
Intervensi: bantu pada
aktivitas yang memerlukan kerja fisik.
R/: mengurangi
kelelahan pada anak.
Dx.3. Intoleransi
aktivitas berhubungan dengan penurunan pengiriman oksigen ke jaringan.
Tujuan: pasien
menunjukkan pernapasan normal.
Kriteria waktu: 1x24
jam.
Kriteria hasil:
1.
Pasien bernapas dengan mudah, frekuensi
dan kedalaman pernapasan normal..
Intervensi: pertahankan
posisi Fowler-tinggi
R/: untuk pertukaran
udara yang optimal.
Intervensi: beri
oksigen suplemen
R/: untuk meningkatkan
oksigen ke jaringan.
Intervensi: ukur tanda
vital selama periode istirahat.
R/: untuk menentukan
nilai dasar perbandingan selama periode aktivitas.
Dx.4. perubahan
nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakadekuatan
masukan besi.
Tujuan: pasien
mendapatkan suplai besi adekuat.
Kriteria waktu: 1x24
jam.
Kriteria hasil: Anak
sedikitnya mendapatkan kebutuhan besi minimum harian.
Intervensi: berikan
konseling diet pada pemberi perawatan, khususnya mengenai hal-hal berikut:
sumber besi dari makanan (mis., daging, legume, kacang, gandum, sereal bayi
yang diperkaya dengan besi dan sereal kering).
R/: untuk memastikan
bahwa anak mendapat suplai besi yang adekuat.
Intervensi: beri susu
pada bayi sebagai makanan suplemen setelah makanan padat diberikan.
R/: karena terlalu
banyak minum susu akan menurunkan masukan makanan padat yang mengandung besi.
Intervensi: ajari anak
yang lebih besar tentang pentingnya besi adekuat dalam diet.
R/: untuk mendorong
kepatuhan.
Dx.5. perubahan
nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kurang pengetahuan
mengenai makanan yang diperkaya dengan besi.
Tujuan: Kebutuhan
nutrisi tercukupi.
Kriteria waktu: 2x24
jam.
Kriteria hasil:
1.
Keluarga menghubungkan riwayat diet yang
memperjelas kepatuhan anak terhadap anjuran ini.
2.
Anak diberikan suplemen besi yang
dibuktikan dengan feses yang berwarna hijau.
3.
Anak meminum obat dengan tepat.
Intervensi: berikan
preparat besi sesuai ketentuan. Instruksikan keluarga mengenai pemberian
preparat besi oral yang tepat: berikan dalam dosis terbagi.
R/: untuk absorpsi
maksimum.
Intervensi: berikan di
antara waktu makan.
R/: untuk meningkatkan
absorpsi pada traktus gastrointestinal bagian atas.
Intervensi: berikan
dengan jus buah atau preparat multivitamin.
R/: karena vitamin C
memudahkan absorpsi besi.
Intervensi: jangan
memberikannya bersama susu atau antasida.
R/: karena bahan ini
akan menurunkan absorpsi besi.
Intervensi: berikan
preparat cair dengan pipet,spuit atau sedotan.
R/: untuk menghindari
kontak dengan gigi dan kemungkinan pewarnaan.
Intervensi: kaji
karakteristik feses.
R/: karena dosis
adekuat besi oral akan mengubah feses menjadi berwarna hijau gelap.
Dx.6. Gangguan perfusi
jaringan berhubungan dengan penurunan konsentrasi hemoglobin dalam darah.
Tujuan: menunjukkan
perfusi adekuat.
Kriteria waktu: 2x24
jam
Kriteria hasil: TTV
stabil, membrane mukosa berwarna merah muda, pengisian kapiler baik, mental
seperti biasa.
Intervensi: awasi TTV,
kaji pengisian kapiler, warna kulit/membrane mukosa, dasar kuku.
R/: memberikan
informasi tentang derajat/keadekuatan perfusi jaringan.
Intervensi: tinggikan
kepala tempat tidur sesuai toleransi.
R/: meningkatkan ekspansi
paru.
Intervensi: selidiki
keluhan nyeri dada, palpitasi
R/: iskemia seluler
memengaruhi jaringan miokardial/potensial risiko infark.
Intervensi: kaji untuk
respon verbal melambat, gangguan memori, bingung.
R/: dapat
mengindikasikan gangguan fungsi serebral karena hipoksia atau defisiensi vit
B12.
Intervensi: catat
keluhan rasa dingin, pertahankan suhu lingkungan dan tubuh hangat sesuai
indikasi.
R/: vasokontriksi
menurunkan sirkulasi perifer.
Intervensi: awasi hasil
pemeriksaan lab.
R/: mengidentifikasi
defisiensi dan kebutuhan pengobatan/respon terhadap terapi.
Intervensi: Berikan
oksigen tambahan sesuai indikasi.
R/: meningkatkan jumlah
sel pembawa oksigen.
5.IMPLEMENTASI
Tindakan diberikan
sesuai dengan intervensi dari masing-masing diagnosa yang ada.
6.EVALUASI
Evaluasi formatif
dilakukan dengan format SOAP sesuai dengan perkembangan pasien.
DAFTAR RUJUKAN
Barkin,
R. M. 1995. Diagnosis Pediatri yang
Berorientasi pada Masalah.
Jakarta:
Binarupa Aksara.
Behrman,
R. E., Kliegman, R. M. & Arvin, A. M. 2000. Ilmu Kesehatan Anak Nelson. Jakarta: EGC.
Betz,
C. L. & Sowden, L. A. 2002. Buku Saku
Keperawatan Pediatri.
Jakarta: EGC.
Betz,
L. B. & Sowden, L. A. 2009. Buku Saku
Keperawatan Pediatri.
Jakarta: EGC.
Departemen
Kesehatan RI-Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. 1978. Perawat Anak di Pusat Kesehatan Masyarakat.
Shelov,
S. P. 2004. Panduan Lengkap Perawatan
untuk bayi dan Balita.
Jakarta: Arcan.
Wong, D. L.
2003. Pedoman Klinis Keperawatan
Pediatrik. Jakarta: EGC.
Kowalak,
J.P., Welsh, W. & Mayer, B. (Ed). 2011. Buku
Ajar Patofisiologi. Jakarta: EGC.
Mudayatiningsih,
S., Lundy, F. & Mugianti, S. 2011. Modul
Pemeriksaan Fisik dan Implikasinya dalam Keperawatan.
BalasHapuswebsite bagus. Butuh motor hubungi kami. Jika mas mau beli motor baru dan tinggal di area Tulungagung,Kediri dan Trenggalek. Bisa wa kami 085 872 760 350
Terima kasih, artikelnya menarik
BalasHapusManfaat Buah Naga Bagi Penderita Anemia
https://atmktp.blogspot.com/2019/06/manfaat-buah-naga-bagi-penderita-anemia.html