Translate

Rabu, 23 Desember 2015

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN DIABETES MELLITUS



 




POLTEKKES KEMENKES MALANG
JURUSAN KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN BLITAR
Maret 2014
KONSEP DASAR

A.  Pengertian Diabetes Mellitus
Diabetes militus adalah sindrom yang disebabkan ketidakseimbangan antara tuntutan dan suplai insulin. Sindrom ini ditandai dengan hiperglikemia dan berkaitan dengan abnormalitas metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein. Abnormalitas metabolic ini mengarah pada perkembangan bentuk spesifik komplikasi ginjal, ocular, neurologic, dan kardiovaskular. Istilah diabetes militus sebenarnya mencangkup 4 subklas :
1.      Tipe I (insulin-dependen diabetes mkilitus atau IDDM)
2.      Tipe II (non-insulin-dependen diabetes atau NIDDM)
3.      Diabetes miulitus sekunder
4.      Diabetes militus yang berhubungan dengan malnutrisi
Masih terdapat dua kategori lain tentang abnormalitas metabolism glukosa yaitu:
1.      Kerusakan toleransi glukosa (KTG)
2.      Diabetes militus gestasional (DMG)
Sistem untuk klasifikasi ini dikembangkan oleh the Natiional Diabetes Data Group of the National Institutes of Heald (USA) dengan masukan dari Word Health Organization.
Faktor resiko diabetes militus tipe II antara lain usia,obesitas, riwayat keluarga dengan diabetes militus tipe II,etnis, penyebaran lemak android (tubuh bagian atas atau tipe apel), kebiasaan diet kurang berolahraga wanita dengan hirsutisme dan atau penyakit ovarium polikistik, diabetes kistasional, dan atau dengan berat badan bayi lebih dari 4 kg saat dilahirkan.
Komplikasi mayor berkenaan dengan DM adalah diabetic ketoasidosis (DKA), sindrom nonketotik hiperosmolar hiperglikemia (SNKHH), dan hipoglikemia, komplikasi jangka panjang mayor berkenaan dengan DM adalah penyakit makrovaskular, penyakit mikrovaskular, dan neuropati. Ketoasidosis lebih sering terjadi pada diabetic DM tipe I karena tak ada insulin yang diproduksi, sedangkan diabetik DM tipe II menghasilkan sebagian insulin tetapitidak cukup mempertahankan kadar glukosa darah normal. Penyakit mikrovaskular dan neuropati terjadi lebih sering pada diabetik DM tipe II karena kesulitan dalam menentukan awitan hiperglikemia. Cara terbaik dalam mencegah komplikasi ini adalah melakui kontrol glikemik.
DKA adalah gangguan metabolik yang mengancam hidup yang secara potensial akut terjadi sebagian akibat dari defisiensi insulin berkepanjangan. DKA ditandai oleh hiperglikemia ekstrem (lebih dari 300 mg/dl). DKA dimanifestasikan sebagai status berlanjutnya patofisiologis dari DM (Guthrie & Guthrie, 1991). Pasien tampak sakit berat dan memerlukan intervensi darurat untuk mengurangi kadar glukosa darah dan memperbaiki asidosis berat, elektrolit, dan ketidakseimbangan cairan.
SNKHH secara potensial adalah krisis metabollik yang mengancam hidup yang biasanya mempengaruhi diabetik tipe II. Pada pasien ini, keton tak ada dalam darah dan urine karena diabetik tipe II menghasilkan beberapa insulin endogen sehingga keasaman oleh produk metabolism lemak tidak berakumulasi di dalam aliran darah. Juga, karena beberapa insulin dihasilkan oleh pancreas, awitan manifestasi bertahap. Faktor-faktor yang dapat mencetuskan SNKHH adalah beberapa dari yang menyebabkan DKA dengan pengecualian dari gagal untuk menggunakan agen hipoglikemik oral yang diresepkan.
1.      Diabetes Melitus Tipe I
Predisposisi IDMM adalah diturunkan sebagai sifat heterogen, multigen. Kondisi ini membawa resiko 25% sampai 50% pada kembar identik, sementara dengan saudara sekandung beresiko 6% dan anak beresiko 5% (Matassarin et al, 1997). Meski terdapat keterlibatan familial yang kuat, 90%dari individu mengalami dibetes tipe I tidak mempunyai anggota keluarga langsung satu generasi diatasnya yang menderita diabetes. Terdapat juga hubungan antara diabetes tipe I dengan beberapa antigen leukosit manusia (HLAs). Factor lingkungan (seperti virus) tampak membangkitkan proses auto imun yang menghancurkan sesl-sel beta. Antibodi sel Islet (ICas) timbul dalam jumlah yang meningkat berbulan-bulan sampai tahunan karenakerusakan sel-sel beta. Hiperglikemia puasa (kenaikan gula darah)terjadi ketika 80% sampai 90% sel beta telah mengalami kerusakan. Identifikasi tepatnya ICas memungkan untuk mendeteksi diabetes tipe I pada tahap preklinik penyakit ini.

2.      Diabetes Melitus Tipe II
Diabetes mellitus tipe II juga timbul sebagai kelainan heterogen yang mencangkup baik factor genetic maupun lingkungan. Terjadi lebih sering pada kembar identik (58% sampai 75% kasus) (Matassarin, et al, 1997). Obesitas merupakan faktor resiko utama; 85%klien dengan diabetes mellitus tipe II adalah obes. Pada diabetes tipe II keterbatasan respon sel beta terhadap hiperglikemia tampak menjadi faktor utama berkembangnya penyakit ini. Klien dengan diabetes mellitus tipe II mengalami penurunan sensivitas terhadap kadar glukosa,yang berakibat dalam pembentukkan glukosa hetaik secara continu, meski dengan kadar glukosa plasma yang tinggi. Keadaanini disertai dengan ketidak mampuan otot dan jaringan lemak untuk meningkatkan ambilan glukosa. Mekanisme inimenyebabkanm resisten insulin perifer (gambar 6.1).

3.      Diabetes Melitus Sekunder
Diabetes mellitus yang terjadi akibat gangguan spesifik seperti kerusakan pankreas, gangguan endokrin dan faktor genetic yang dihubungkan dengan intoleransi terhadap glukosa atau juga diabetes yang dibangkitkan oleh zat-zat kimia atau obat seperti kortikosteroid.

4.      Gangguan Toleransi Glukosa (GTG)
Pasien mempunyai konsentrasi glukosa plasma diantara nilai normal dan nilai diabetes melitus, bahkan koinsentrasi glukosa plasma dapat berkembang melebihi nilai diabetes melitus dan dapat pula sama.

5.      Gestasional Diabetes Melitus (GDM)
Diabetes melitus yang terjadi pada saat kehamilan. Bila masa kehamilan konsumsi glukosa darah menjadi glikogen sehingga kadar glukosa darah tetap tinggi. Karena glukosa darah tinggi maka suplai glukosa ke fetus akan meningkat sehingga janin akan tumbuh lebih besar. Anak dari ibu penderita DM sangat beresiko terhadap kematian neonatal, malformasi kongenital dan macrosomia (ukuran tubuh lebih besar). Anak dari ibu penderita DM pun mempunyai resiko tinggi terhadap obesitas dan gangguan toleransi glukosa dikemudian hari,sementara ibunya mempunyai resiko tinggi menggalami DM setelah kehamilan.

B.  Penyebab dan Faktor Resiko Diabetes Mellitus


C.  Patofisiologi Diabetes Mellitus

D.  Penatalaksanaan Diabetes Mellitus
            Tujuan utama terapi diabetes adalah mencoba menormalkan aktivitas insulin dan kadar glukosa darah dalam upaya untuk mengurangi terjadinya komplikasi vaskuler serta neuropatik. Tujuan terapeutik pada setiap tipe diabetes adalah mencapai kadar glukosa darah normal (euglikemia) tanpa terjadinya hipoglikemia dan gangguan serius pada pola aktivitas pasien.
            Ada 5 komponen dalam penatalaksanaan diabetes yaitu diet, latihan, pemantauan, terapi (jika dibutuhkan), Pendidikan. Penanganan di sepanjang perjalanan penyakit diabetes akan bervariasi karena terjadinya perubahan pada gaya hidup, keadaan fisik dan mental penderitanya di samping Karena bberbagai kemajuan dalam metode terapi yang di hasilkan dari riset. Karena itu, penatalaksanaan diabetes meliputi pengkajian yang konstan dan modifikasi rencana penanganan oleh professional kesehatan disamping penyesuaian terapi oleh pasien sendiri setiap hari. Meskipun tim kesehatan akan mengarahkan penanganan tersebut, namun pasien sendirilah yang harus bertanggung jawab dalam pelaksanaan terapi yang kompleks itu setiap harinya. Karena alas an ini, pendidikan pasien dan keluarganya dipandang sebagai komponen yang pentin g dalam menangani penyakit diabetes, sama pentingnya dengan komponen lain pada terapi diabetes.
a.                   Penatalaksanaan diet
Prnsip Umum. Diet dan pengendalian berat badan merupakan dasar dari penatalaksanaan diabetes. Penatalaksanaan nutrisi pada penderita diabetes diarahkan untuk mencapai tujuan berikut ini:
1.                   Memberikan semua unsure makanan esensial (misalnya vitamin, mineral)
2.                   Mencapai dan mempertahankan berat badan yang sesuai.
3.                   Memenuhi kebutuhan nutrisi.
4.                   M encegah fluktuasi kadar glukosa darah setiap harinya dengan mengupayakan kadar glukosa darah mendekati normal melalui cara-cara yang aman dan praktis.
5.                   Menurunkan kadar lemak darah jika kadar ini meningkat.

Bagi pasien yang memerlukan insulin untuk membantu mengendalikan kadar glukosa, upaya mempertahankan konsistensi jumlah kalori dan karbohidrat yang dikonsumsi pada jam –jam makan yang berbeda merupakan hal penting.Di samping itu, konsistensi interval waktu di antara jam makan dengan mengkonsumsi camilan (jika diperlukan), akan membantu mencegah reaksi hipoglikemia dan pengendalian keseluruhan kadar glukosa darah.
            Bagi pasien-pasien obesitas (khususnya pasien diabetes tipe II), penurunan berat badan merupakan kunci dalam penanganan diabetes. Secara umum penurunan berat badan bagi individu obesitas menjadi factor utama untuk mencegah timbulnya penyakit diabetes. Obesitas akan disertai peningkatan resistensi terhadap insulin dan merupakan salah satu factor etiologi utama yang menyertai diabetes tipe II. Sebagian penderita diabetes tipe II yang obesitas dan memerlukan insulin atau obat oral untuk mengendalikan kadar glukosa darahnya mungkin dapat mengurangi secara signifikan atau bahkan menghapus sama sekali kebutuhan terapi melalui penurunan berat badan.















KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A.  Pengkajian
Klien dengan diabetes harus dikaji dengan ketat terhadap tingkat pengetahuan dan kemempuan untuk melakukan perawatan diri. Tipe diabetes, kondisi klien, dan rencana pengobatan adalah pengkajian penting yang harus dilakukan. Pengkajian secara detail adalah sebagai berikut:
1.    Riwayat atau adanya faktor resiko:
a.    Riwayat keluarga tentang penyakit
b.    Obesitas
c.    Riwayat pankreatitis kronis
d.   Riwayat melahirkan anak lebih dari 4 kg
e.    Riwayat glukosuria selama stres (kehamilan, pembedahan, trauma infeksi, penyakit) atau terapi obat (glukokortikostreroid, diuretiktiazid, kontrasepsi oral).
2.    Kaji terhadap manifestasi DM:
a.    Poliuria (akibat dari deuresis osmotik bila ambang ginjal terhadap absorpsi glukosa dicapai dan kelebihan glukosa keluar melalui ginjal).
b.    Polidipsia (disebabkan oleh dehidrasi dari poliuria).
c.    Polifagia (disebabkan oleh peningkatan kebutuhan energi dari perubahan sintesis protein dan lemak).
d.   Penurunan berat badan (akibat dari katabolisme protein dan lemak).
e.    Priritus vulvular, kelelahan, gangguan penglihatan, peka rangsang dan kram otot. Temuan ini menunjukkan gangguan elektrolit dan terjadinya komplikasiaterosklerosis.
3.    Pemeriksaan diagnostik
a.    Tes toleransi glukosa (TTG) memanjang (lebih besar dari 200 mg/dL). Biasanya tes ini dianjurkan untuk pasien yang menunjukkan kadar glukosa darah meningkat di bawah kondisi stres.
b.    Gula darah puasa (FBS) normal atau di atas normal.
c.    Essei hemoglobin glikolisat diatas rentang normal. Tes ini mengukur presentase glukosa yang melekat pada hemoglobin. Glukosa tetap melekat pada hemoglobin selama hidup sel darah merah. Rentang normal adalaha 5-6%.
d.   Urinalisis positif terhadap glukosa dan keton. Pada respons terhadap defisiensi intraseluler, protein dan lemak diubah menjadi glukosa (glukoneogenesis) untuk energi. Selama proses pengubahan ini, asam lemak bebas dipecah menjadi badan keton oleh hepar. Ketosis terjadi ditunjukkan oleh ketonuria. Glukosuria menunjukkan bahwa ambang ginjal terhadap reabsorpsi glukosa dicapai. Ketonuria menandakan ketoasidosis.
e.    Kolesterol dan kadar trigliserida serum dapat meningkat menandakan ketidakadekuatan kontrol glikemik dan peningkatan propensitas pada terjadinya aterosklerosis.
Diagnosis DM dibuat bila gula darah puasa di atas 140 mg/dL selama dua atau lebih kejadian, dan pasien menunjukkan gejala-gejala DM (poliuria, polidipsis, polifagia, penurunan berat badan, ketonuria, dan kelelahan). Juga, diagnosis dapat dibuat bila contoh TTG selama periode 2 jam dan periode lain (30 menit, 60 menit, atau 90 menit) melebihi 200 mg/dL.
4.    Kaji pemmahaman pasien tentang kondisi, tindakan, pemeriksaan diagnostik, dan tindakan perawatan diri untuk mencegah komplikasi.
5.    Kaji perasaan pasien tentang kondisi.
B.  Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan dibuat berdasarkan analisa data pasien. Berikut adalah beberapa diagnosa keperawatan yang terdapat pada klien dengan diabetes mellitus:
1.    Defisit volume cairan
2.    Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
3.    Resiko tinggi terhadap infeksi
4.    Resiko tinggi terhadap perubahan sensori perseptual
5.    keletihan
6.    Kurang pengetahuan mengenai penyakit, prognosis, dan kebutuhan pengobatan
7.    ketidakberdayaan
8.    Resiko terhadap infeksi penatalaksanaan regimen terapeutik (individual).
C.  Rencana Tindakan Kepearawatan
Diagnosa keperawatan
Kurang pengetahuan mengenai penyakit, prognosis, dan kebutuhan pengobatan.
Tujuan
Klien akan:
·      Mengungkapkan pemahaman tentang penyakit.
·      Mengidentifikasi hubungan tanda/gejala pada proses penyakit dan menghubungkan gejala dengan faktor penyebab.
·      Dengan benar melakukan prosedur yang diperlukan dan menjelaskan rasionala tindakan.
·      Melakukan perubahan gaya hidup yang diperlukan dan berpartisipasi dalam program pengobatan.
Intervensi
1.    Ciptakan lingkungan saling percaya dengan mendengarkan penuh perhatian, dan selalu ada saat diperlukan.
2.    Bekerja dengan pasien dalam menata tujuan belajar yang diharapkan.
3.    Pilihlah berbagai strategi belajar, misalnya peragakan teknik keterampilan yang diperlukan dan minta pasien untuk melakukannya sendiri, gabungkan keterampilan baru ini ke dalam rutinitas di rumah sakit.
4.    Diskusikan topik-topik penting seperti:
·      Berapa kadar glukosa normal dan bagaimana hal tersebut dibandingkan dengan kadar gula darah pasien, tipe DM yang diderita pasien, hubungan antara kekurangan insulin dengan kadar gula darah yang tinggi.
·      Alasan mengapa terjadi serangan ketoasidosis.
·      Komplikasi penyakit akut dan kronis meliputi gangguan penglihatan (retinopati), perubahan dalam neurosensori dan kardiovaskular, perubahan fungsi ginjal/hipertensi.
5.    Peragakan cara pemeriksaan gula darah dengan menggunakan “finger stick” dan beri kesempatan pasien untuk memperagakan ulang. Instruksikan pasien untuk memeriksa keton dalam urine jika glukosa darahnya lebih dari 250 mg/dL.
6.    Diskusikan tentang rencana diet, pengguanaan makanan tinggi serat dan cara untuk melakukan makan di luar rumah.
7.    Riview regimen pengobatan meliputi awitan, puncak, dan durasi insulin yang diresepkan, dengan pasien atau keluarga.
8.    Riview pemberian insulin mandiri dan perawatan peralatan. Berikan kesempaan pada pasien untuk memperagakan prosedur tersebut (misal menentukan daerah penyuntikan dan cara menyuntik atau penggunaan dari alat suntik pompa yang kontinu).
9.    Pemeriksaan gula darah setiap hari, waktu dan dosis obat, amsukan diet, aktivitas, peerasaan/sensasi, dan peristiwa dalam hidup.
10.     Buat jadwal latihan/aktivitas yang teratur dan identifikasi hal-hal yang berhubungan penggunaan insulin.
11.     Identifikasi gejala hipoglikemia (misal lemah, pusing, letargi, lapar, peka rangsang, diaforesis, pucat, takikardia, tremor, sakit kepala, dan perubahan fungsi mental) dan jelaskan penyebabnya.
12.     Instruksikan pentingnya pemeriksaan secara rutin pada kaki dan perawatan kaki. Peragakan cara pemeriksaan kaki, menghindari sepatu yang ketat, perawatan kuku, jaringan kalus dan jaringan tanduk. Anjurkan penggunaan stoking dengan bahan alamiah.
13.     Tekankan pentingnya pemeriksaan mata secara teratur terutama pada pasien yang telah mengalami DM tipe 1 selama 5 tahun atau lebih.
14.     Diskusikan mengenai fungsi seksual dan jawab semua pertanyaan pasien atau orang terdekat.
15.     Identifikasi sumber-sumber yang ada di masyarakat.
Diagnosa Keperawatan
Ketidakberdayaan berhubuntan dengan penyakit jangka panjang/progresif yang tidak dapat disembuhkan, ketergantungan pada orang lain.
Tujuan
Klien akan:
·      Mengakui perasaan putus asa
·      Mengidentifikasi cara-cara sehat untuk menghadapi persaan
·      Membantu dalam merencanakan perawatannya sendiri dan secara mandiri mengambil tanggung jawab untuk aktivitas perawatan diri.
Intervensi
1.    Anjurkan pasien/keluarga untuk mengekspresikan perasaannya tentang perawatan di rumah sakit dan penyakit secara umum.
2.    Akui normalitas perasaan.
3.    Kaji bagaimana pasien telah menangani masalahnya di masa lali. Identifikasi lokus kontrol.
4.    Berikan kesempatan pada orang terdekat untuk mengekspresikan kekhawatirannya dan diskusikan cara dimana mereka dapat membantu pasien.
5.    Pertegas tujuan/harapan dari pasien atau orang terdekat.
6.    Tentukan apakah telah terjadi perubahan hubungan dengan orang terdekat.
7.    Beri dorongan pasien untuk membuat keputusan yang berhubungan dengan perawatan, misal ambulasi, waktu untuk beraktivitas.
8.    Dukung partisipasi dalam perawatan diri dan berikan umpan balik positif untuk upaya yang dilakukannya.

     






DAFTAR RUJUKAN

Rumahorbo, H. 1999. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Endokrin. Jakarta: EGC.

1 komentar: