POLTEKKES KEMENKES
MALANG
JURUSAN KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI DIII
KEPERAWATAN BLITAR
Maret 2014
KONSEP DASAR
A. Pengertian Diabetes Mellitus
Diabetes militus
adalah sindrom yang disebabkan ketidakseimbangan antara tuntutan dan suplai
insulin. Sindrom ini ditandai dengan hiperglikemia dan berkaitan dengan
abnormalitas metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein. Abnormalitas
metabolic ini mengarah pada perkembangan bentuk spesifik komplikasi ginjal,
ocular, neurologic, dan kardiovaskular. Istilah diabetes militus sebenarnya
mencangkup 4 subklas :
1. Tipe
I (insulin-dependen diabetes mkilitus atau IDDM)
2. Tipe
II (non-insulin-dependen diabetes atau NIDDM)
3. Diabetes
miulitus sekunder
4. Diabetes
militus yang berhubungan dengan malnutrisi
Masih terdapat dua kategori lain tentang abnormalitas
metabolism glukosa yaitu:
1. Kerusakan
toleransi glukosa (KTG)
2. Diabetes
militus gestasional (DMG)
Sistem untuk klasifikasi ini dikembangkan oleh the Natiional
Diabetes Data Group of the National Institutes of Heald (USA) dengan masukan
dari Word Health Organization.
Faktor resiko diabetes militus tipe II antara lain
usia,obesitas, riwayat keluarga dengan diabetes militus tipe II,etnis,
penyebaran lemak android (tubuh bagian atas atau tipe apel), kebiasaan diet
kurang berolahraga wanita dengan hirsutisme dan atau penyakit ovarium
polikistik, diabetes kistasional, dan atau dengan berat badan bayi lebih dari 4
kg saat dilahirkan.
Komplikasi mayor berkenaan dengan DM adalah diabetic
ketoasidosis (DKA), sindrom nonketotik hiperosmolar hiperglikemia (SNKHH), dan
hipoglikemia, komplikasi jangka panjang mayor berkenaan dengan DM adalah
penyakit makrovaskular, penyakit mikrovaskular, dan neuropati. Ketoasidosis
lebih sering terjadi pada diabetic DM tipe I karena tak ada insulin yang diproduksi,
sedangkan diabetik DM tipe II menghasilkan sebagian insulin tetapitidak cukup
mempertahankan kadar glukosa darah normal. Penyakit mikrovaskular dan neuropati
terjadi lebih sering pada diabetik DM tipe II karena kesulitan dalam menentukan
awitan hiperglikemia. Cara terbaik dalam mencegah komplikasi ini adalah melakui
kontrol glikemik.
DKA adalah gangguan metabolik yang mengancam hidup yang
secara potensial akut terjadi sebagian akibat dari defisiensi insulin
berkepanjangan. DKA ditandai oleh hiperglikemia ekstrem (lebih dari 300 mg/dl).
DKA dimanifestasikan sebagai status berlanjutnya patofisiologis dari DM
(Guthrie & Guthrie, 1991). Pasien tampak sakit berat dan memerlukan
intervensi darurat untuk mengurangi kadar glukosa darah dan memperbaiki asidosis
berat, elektrolit, dan ketidakseimbangan cairan.
SNKHH secara potensial adalah krisis metabollik yang
mengancam hidup yang biasanya mempengaruhi diabetik tipe II. Pada pasien ini,
keton tak ada dalam darah dan urine karena diabetik tipe II menghasilkan beberapa
insulin endogen sehingga keasaman oleh produk metabolism lemak tidak
berakumulasi di dalam aliran darah. Juga, karena beberapa insulin dihasilkan
oleh pancreas, awitan manifestasi bertahap. Faktor-faktor yang dapat
mencetuskan SNKHH adalah beberapa dari yang menyebabkan DKA dengan pengecualian
dari gagal untuk menggunakan agen hipoglikemik oral yang diresepkan.
1. Diabetes
Melitus Tipe I
Predisposisi IDMM adalah diturunkan sebagai sifat heterogen, multigen.
Kondisi ini membawa resiko 25% sampai 50% pada kembar identik, sementara dengan
saudara sekandung beresiko 6% dan anak beresiko 5% (Matassarin et al, 1997).
Meski terdapat keterlibatan familial yang kuat, 90%dari individu mengalami
dibetes tipe I tidak mempunyai anggota keluarga langsung satu generasi diatasnya
yang menderita diabetes. Terdapat juga hubungan antara diabetes tipe I dengan
beberapa antigen leukosit manusia (HLAs). Factor lingkungan (seperti virus)
tampak membangkitkan proses auto imun yang menghancurkan sesl-sel beta.
Antibodi sel Islet (ICas) timbul dalam jumlah yang meningkat berbulan-bulan
sampai tahunan karenakerusakan sel-sel beta. Hiperglikemia puasa (kenaikan gula
darah)terjadi ketika 80% sampai 90% sel beta telah mengalami kerusakan.
Identifikasi tepatnya ICas memungkan untuk mendeteksi diabetes tipe I pada
tahap preklinik penyakit ini.
2. Diabetes
Melitus Tipe II
Diabetes mellitus tipe II juga timbul sebagai kelainan heterogen yang
mencangkup baik factor genetic maupun lingkungan. Terjadi lebih sering pada
kembar identik (58% sampai 75% kasus) (Matassarin, et al, 1997). Obesitas
merupakan faktor resiko utama; 85%klien dengan diabetes mellitus tipe II adalah
obes. Pada diabetes tipe II keterbatasan respon sel beta terhadap hiperglikemia
tampak menjadi faktor utama berkembangnya penyakit ini. Klien dengan diabetes
mellitus tipe II mengalami penurunan sensivitas terhadap kadar glukosa,yang
berakibat dalam pembentukkan glukosa hetaik secara continu, meski dengan kadar
glukosa plasma yang tinggi. Keadaanini disertai dengan ketidak mampuan otot dan
jaringan lemak untuk meningkatkan ambilan glukosa. Mekanisme inimenyebabkanm
resisten insulin perifer (gambar 6.1).
3. Diabetes
Melitus Sekunder
Diabetes mellitus yang terjadi akibat gangguan spesifik seperti kerusakan
pankreas, gangguan endokrin dan faktor genetic yang dihubungkan dengan
intoleransi terhadap glukosa atau juga diabetes yang dibangkitkan oleh zat-zat
kimia atau obat seperti kortikosteroid.
4. Gangguan
Toleransi Glukosa (GTG)
Pasien mempunyai konsentrasi glukosa plasma diantara nilai normal dan
nilai diabetes melitus, bahkan koinsentrasi glukosa plasma dapat berkembang
melebihi nilai diabetes melitus dan dapat pula sama.
5. Gestasional
Diabetes Melitus (GDM)
Diabetes
melitus yang terjadi pada saat kehamilan. Bila masa kehamilan konsumsi glukosa
darah menjadi glikogen sehingga kadar glukosa darah tetap tinggi. Karena
glukosa darah tinggi maka suplai glukosa ke fetus akan meningkat sehingga janin
akan tumbuh lebih besar. Anak dari ibu penderita DM sangat beresiko terhadap
kematian neonatal, malformasi kongenital dan macrosomia (ukuran tubuh lebih
besar). Anak dari ibu penderita DM pun mempunyai resiko tinggi terhadap
obesitas dan gangguan toleransi glukosa dikemudian hari,sementara ibunya
mempunyai resiko tinggi menggalami DM setelah kehamilan.
B. Penyebab dan Faktor Resiko Diabetes Mellitus
C. Patofisiologi Diabetes Mellitus
D. Penatalaksanaan Diabetes Mellitus
Tujuan utama terapi diabetes adalah
mencoba menormalkan aktivitas insulin dan kadar glukosa darah dalam upaya untuk
mengurangi terjadinya komplikasi vaskuler serta neuropatik. Tujuan terapeutik
pada setiap tipe diabetes adalah mencapai kadar glukosa darah normal
(euglikemia) tanpa terjadinya hipoglikemia dan gangguan serius pada pola
aktivitas pasien.
Ada 5 komponen dalam penatalaksanaan
diabetes yaitu diet, latihan, pemantauan, terapi (jika dibutuhkan), Pendidikan.
Penanganan di sepanjang perjalanan penyakit diabetes akan bervariasi karena
terjadinya perubahan pada gaya hidup, keadaan fisik dan mental penderitanya di
samping Karena bberbagai kemajuan dalam metode terapi yang di hasilkan dari
riset. Karena itu, penatalaksanaan diabetes meliputi pengkajian yang konstan
dan modifikasi rencana penanganan oleh professional kesehatan disamping
penyesuaian terapi oleh pasien sendiri setiap hari. Meskipun tim kesehatan akan
mengarahkan penanganan tersebut, namun pasien sendirilah yang harus bertanggung
jawab dalam pelaksanaan terapi yang kompleks itu setiap harinya. Karena alas an
ini, pendidikan pasien dan keluarganya dipandang sebagai komponen yang pentin g
dalam menangani penyakit diabetes, sama pentingnya dengan komponen lain pada
terapi diabetes.
a.
Penatalaksanaan diet
Prnsip Umum. Diet dan pengendalian berat badan
merupakan dasar dari penatalaksanaan diabetes. Penatalaksanaan nutrisi pada
penderita diabetes diarahkan untuk mencapai tujuan berikut ini:
1.
Memberikan semua unsure makanan esensial
(misalnya vitamin, mineral)
2.
Mencapai dan mempertahankan berat badan yang
sesuai.
3.
Memenuhi kebutuhan nutrisi.
4.
M encegah fluktuasi kadar glukosa darah setiap
harinya dengan mengupayakan kadar glukosa darah mendekati normal melalui
cara-cara yang aman dan praktis.
5.
Menurunkan kadar lemak darah jika kadar ini
meningkat.
Bagi pasien
yang memerlukan insulin untuk membantu mengendalikan kadar glukosa, upaya
mempertahankan konsistensi jumlah kalori dan karbohidrat yang dikonsumsi pada
jam –jam makan yang berbeda merupakan hal penting.Di samping itu, konsistensi
interval waktu di antara jam makan dengan mengkonsumsi camilan (jika
diperlukan), akan membantu mencegah reaksi hipoglikemia dan pengendalian
keseluruhan kadar glukosa darah.
Bagi pasien-pasien obesitas
(khususnya pasien diabetes tipe II), penurunan berat badan merupakan kunci
dalam penanganan diabetes. Secara umum penurunan berat badan bagi individu
obesitas menjadi factor utama untuk mencegah timbulnya penyakit diabetes.
Obesitas akan disertai peningkatan resistensi terhadap insulin dan merupakan
salah satu factor etiologi utama yang menyertai diabetes tipe II. Sebagian
penderita diabetes tipe II yang obesitas dan memerlukan insulin atau obat oral
untuk mengendalikan kadar glukosa darahnya mungkin dapat mengurangi secara
signifikan atau bahkan menghapus sama sekali kebutuhan terapi melalui penurunan
berat badan.
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
Klien dengan diabetes harus
dikaji dengan ketat terhadap tingkat pengetahuan dan kemempuan untuk melakukan
perawatan diri. Tipe diabetes, kondisi klien, dan rencana pengobatan adalah
pengkajian penting yang harus dilakukan. Pengkajian secara detail adalah sebagai
berikut:
1.
Riwayat
atau adanya faktor resiko:
a.
Riwayat
keluarga tentang penyakit
b.
Obesitas
c.
Riwayat
pankreatitis kronis
d.
Riwayat
melahirkan anak lebih dari 4 kg
e.
Riwayat
glukosuria selama stres (kehamilan, pembedahan, trauma infeksi, penyakit) atau
terapi obat (glukokortikostreroid, diuretiktiazid, kontrasepsi oral).
2.
Kaji
terhadap manifestasi DM:
a.
Poliuria
(akibat dari deuresis osmotik bila ambang ginjal terhadap absorpsi glukosa
dicapai dan kelebihan glukosa keluar melalui ginjal).
b.
Polidipsia
(disebabkan oleh dehidrasi dari poliuria).
c.
Polifagia
(disebabkan oleh peningkatan kebutuhan energi dari perubahan sintesis protein
dan lemak).
d.
Penurunan
berat badan (akibat dari katabolisme protein dan lemak).
e.
Priritus
vulvular, kelelahan, gangguan penglihatan, peka rangsang dan kram otot. Temuan
ini menunjukkan gangguan elektrolit dan terjadinya komplikasiaterosklerosis.
3.
Pemeriksaan
diagnostik
a.
Tes
toleransi glukosa (TTG) memanjang (lebih besar dari 200 mg/dL). Biasanya tes
ini dianjurkan untuk pasien yang menunjukkan kadar glukosa darah meningkat di
bawah kondisi stres.
b.
Gula
darah puasa (FBS) normal atau di atas normal.
c.
Essei
hemoglobin glikolisat diatas rentang normal. Tes ini mengukur presentase
glukosa yang melekat pada hemoglobin. Glukosa tetap melekat pada hemoglobin
selama hidup sel darah merah. Rentang normal adalaha 5-6%.
d.
Urinalisis
positif terhadap glukosa dan keton. Pada respons terhadap defisiensi
intraseluler, protein dan lemak diubah menjadi glukosa (glukoneogenesis) untuk
energi. Selama proses pengubahan ini, asam lemak bebas dipecah menjadi badan
keton oleh hepar. Ketosis terjadi ditunjukkan oleh ketonuria. Glukosuria
menunjukkan bahwa ambang ginjal terhadap reabsorpsi glukosa dicapai. Ketonuria
menandakan ketoasidosis.
e.
Kolesterol
dan kadar trigliserida serum dapat meningkat menandakan ketidakadekuatan
kontrol glikemik dan peningkatan propensitas pada terjadinya aterosklerosis.
Diagnosis DM dibuat bila gula darah puasa di atas 140 mg/dL selama dua atau
lebih kejadian, dan pasien menunjukkan gejala-gejala DM (poliuria, polidipsis,
polifagia, penurunan berat badan, ketonuria, dan kelelahan). Juga, diagnosis
dapat dibuat bila contoh TTG selama periode 2 jam dan periode lain (30 menit,
60 menit, atau 90 menit) melebihi 200 mg/dL.
4.
Kaji
pemmahaman pasien tentang kondisi, tindakan, pemeriksaan diagnostik, dan
tindakan perawatan diri untuk mencegah komplikasi.
5.
Kaji
perasaan pasien tentang kondisi.
B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan dibuat
berdasarkan analisa data pasien. Berikut adalah beberapa diagnosa keperawatan
yang terdapat pada klien dengan diabetes mellitus:
1.
Defisit
volume cairan
2.
Perubahan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
3.
Resiko
tinggi terhadap infeksi
4.
Resiko
tinggi terhadap perubahan sensori perseptual
5.
keletihan
6.
Kurang
pengetahuan mengenai penyakit, prognosis, dan kebutuhan pengobatan
7.
ketidakberdayaan
8.
Resiko
terhadap infeksi penatalaksanaan regimen terapeutik (individual).
C. Rencana Tindakan Kepearawatan
Diagnosa keperawatan
Kurang pengetahuan mengenai
penyakit, prognosis, dan kebutuhan pengobatan.
Tujuan
Klien akan:
· Mengungkapkan pemahaman tentang penyakit.
· Mengidentifikasi hubungan tanda/gejala
pada proses penyakit dan menghubungkan gejala dengan faktor penyebab.
· Dengan benar melakukan prosedur yang
diperlukan dan menjelaskan rasionala tindakan.
· Melakukan perubahan gaya hidup yang
diperlukan dan berpartisipasi dalam program pengobatan.
Intervensi
1.
Ciptakan
lingkungan saling percaya dengan mendengarkan penuh perhatian, dan selalu ada
saat diperlukan.
2.
Bekerja
dengan pasien dalam menata tujuan belajar yang diharapkan.
3.
Pilihlah
berbagai strategi belajar, misalnya peragakan teknik keterampilan yang
diperlukan dan minta pasien untuk melakukannya sendiri, gabungkan keterampilan
baru ini ke dalam rutinitas di rumah sakit.
4.
Diskusikan
topik-topik penting seperti:
· Berapa kadar glukosa normal dan bagaimana
hal tersebut dibandingkan dengan kadar gula darah pasien, tipe DM yang diderita
pasien, hubungan antara kekurangan insulin dengan kadar gula darah yang tinggi.
· Alasan mengapa terjadi serangan
ketoasidosis.
· Komplikasi penyakit akut dan kronis
meliputi gangguan penglihatan (retinopati), perubahan dalam neurosensori dan
kardiovaskular, perubahan fungsi ginjal/hipertensi.
5.
Peragakan
cara pemeriksaan gula darah dengan menggunakan “finger stick” dan beri
kesempatan pasien untuk memperagakan ulang. Instruksikan pasien untuk memeriksa
keton dalam urine jika glukosa darahnya lebih dari 250 mg/dL.
6.
Diskusikan
tentang rencana diet, pengguanaan makanan tinggi serat dan cara untuk melakukan
makan di luar rumah.
7.
Riview
regimen pengobatan meliputi awitan, puncak, dan durasi insulin yang diresepkan,
dengan pasien atau keluarga.
8.
Riview
pemberian insulin mandiri dan perawatan peralatan. Berikan kesempaan pada
pasien untuk memperagakan prosedur tersebut (misal menentukan daerah
penyuntikan dan cara menyuntik atau penggunaan dari alat suntik pompa yang
kontinu).
9.
Pemeriksaan
gula darah setiap hari, waktu dan dosis obat, amsukan diet, aktivitas,
peerasaan/sensasi, dan peristiwa dalam hidup.
10.
Buat
jadwal latihan/aktivitas yang teratur dan identifikasi hal-hal yang berhubungan
penggunaan insulin.
11.
Identifikasi
gejala hipoglikemia (misal lemah, pusing, letargi, lapar, peka rangsang,
diaforesis, pucat, takikardia, tremor, sakit kepala, dan perubahan fungsi
mental) dan jelaskan penyebabnya.
12.
Instruksikan
pentingnya pemeriksaan secara rutin pada kaki dan perawatan kaki. Peragakan
cara pemeriksaan kaki, menghindari sepatu yang ketat, perawatan kuku, jaringan
kalus dan jaringan tanduk. Anjurkan penggunaan stoking dengan bahan alamiah.
13.
Tekankan
pentingnya pemeriksaan mata secara teratur terutama pada pasien yang telah
mengalami DM tipe 1 selama 5 tahun atau lebih.
14.
Diskusikan
mengenai fungsi seksual dan jawab semua pertanyaan pasien atau orang terdekat.
15.
Identifikasi
sumber-sumber yang ada di masyarakat.
Diagnosa Keperawatan
Ketidakberdayaan berhubuntan dengan penyakit jangka panjang/progresif yang
tidak dapat disembuhkan, ketergantungan pada orang lain.
Tujuan
Klien akan:
· Mengakui perasaan putus asa
· Mengidentifikasi cara-cara sehat untuk
menghadapi persaan
· Membantu dalam merencanakan perawatannya
sendiri dan secara mandiri mengambil tanggung jawab untuk aktivitas perawatan
diri.
Intervensi
1.
Anjurkan
pasien/keluarga untuk mengekspresikan perasaannya tentang perawatan di rumah
sakit dan penyakit secara umum.
2.
Akui
normalitas perasaan.
3.
Kaji
bagaimana pasien telah menangani masalahnya di masa lali. Identifikasi lokus
kontrol.
4.
Berikan
kesempatan pada orang terdekat untuk mengekspresikan kekhawatirannya dan
diskusikan cara dimana mereka dapat membantu pasien.
5.
Pertegas
tujuan/harapan dari pasien atau orang terdekat.
6.
Tentukan
apakah telah terjadi perubahan hubungan dengan orang terdekat.
7.
Beri
dorongan pasien untuk membuat keputusan yang berhubungan dengan perawatan,
misal ambulasi, waktu untuk beraktivitas.
8.
Dukung
partisipasi dalam perawatan diri dan berikan umpan balik positif untuk upaya
yang dilakukannya.
DAFTAR RUJUKAN
Rumahorbo, H. 1999. Asuhan Keperawatan
Klien dengan Gangguan Sistem Endokrin. Jakarta: EGC.
BalasHapuswebsite bagus. Butuh motor hubungi kami. Jika mas mau beli motor baru dan tinggal di area Tulungagung,Kediri dan Trenggalek. Bisa wa kami 085 872 760 350