Translate

Minggu, 25 Maret 2018

LAPORAN DOKUMENTASI ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Blitar di Tulungagung Wisma Dahlia


 disusun untuk memenuhi 
tugas praktik klinik MA. Gerontik semester V





  Oleh :
Agung Prasetyo       1101300007
Deby Illahi                1101300013
Irka Maharani         1101300021
Eka Sulistiawati       1101300035

 POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN MALANG
JURUSAN KEPERAWATAN 
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN BLITAR
2013



LEMBAR PENGESAHAN

            Laporan Asuhan Keperawatan Kelompok Gerontik di UPT Pelayanan Sosial Blitar di Tulungagung pada tanggal 2-21 September 2013 telah diperiksa dan dikoreksi pada tanggal ..............................................................






Mengetahui,



Kepala Seksi
Bimbingan dan Pembinaan Lanjut Usia
PSLU Blitar di Tulungagung




Sunu Pantjadharmo,Aks,Msi
NIP. 19661104 1992011 001









Pembimbing Institusi





Sri Winarni, S.Pd., M.Kes


KATA PENGANTAR
Puji syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas berkah rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan Laporan Asuhan Keperawatan Gerontik ini dengan baik.
Dalam menyelesaikan Laporan Asuhan Keperawatan Gerontik ini, penulis banyak mendapatkan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada:
1.    B. Doddy Riyadi, SKM., MM., selaku Direktur Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan Malang.
2.    Tri Anjaswarni, S.Kp, M.Kep selaku Ketua Jurusan Keperawatan Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan Malang.
3.    Sri Winarni, S.Pd., M.Kes., selaku Ketua Program Studi Diploma III Keperawatan Blitar Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan Malang.
4.   Sunu Pantjadharmo, Aks,Msi selaku  Kepala SeksinBimbingan dan Pembinaan Lanjut Usia PSLU Blitar di Tulungagung di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Blitar di Tulungagung yang telah banyak memberikan bimbingan dan arahan dalam penyusunan Laporan Asuhan Keperawatan Gerontik ini.
5.    Bapak dan ibu petugas PSLU yang telah memberikan dukungan baik materiil maupun spiritual.
6.    Semua pihak yang telah memberikan bantuan dan dukungan dalam menyelesaikan Laporan Asuhan Keperawatan Gerontik ini.

Penulis menyadari bahwa Laporan Asuhan Keperawatan Gerontik ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu kritik dan saran sangat penulis harapkan demi kesempurnaan Laporan Asuhan Keperawatan Gerontik ini. Semoga Laporan Asuhan Keperawatan Gerontik ini akan bermanfaat bagi semua pihak.
                                      

  Blitar, 5 September 2013
                                                                                                       

                                                                                                Penulis


BAB i
PENDAHULUAN


1.1  Latar Belakang
Seiring dengan keberhasilan pemerintah dalam pembangunan nasional, telah mewujudkan hasil yang positif di berbagai bidang, yaitu adanya kemajuan ekonomi, perbaikan lingkungan hidup, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi terutama dibidang medis atau ilmu kedokteran, sehingga dapat meningkatkan kualitas kesejahteraan penduduk serta meningkatkan umur harapan hidup bangsa Indonesia.
Dengan meningkatnya populasi lansia akan menyebabkan konsekuensi berupa besarnya biaya kesehatan karena sifat penyakitnya adalah penyakit degeneratif, kronis dengan multiple patologi sehingga memerlukan biaya penanganan yang mahal. Adat budaya bangsa Indonesia dalam kehidupan lansia adalah merupakan figur yang dihormati dan merupakan sumber daya yang bernilai tentang pengetahuan dan pengalaman hidup serta kearifan yang dimiliki masih dapat dimanfaatkan.
Saat ini diseluruh dunia jumlah lanjut usia diperkirakan ada 500 juta dengan usia rata-rata 60 tahun dan diperkirakan pada tahun 2025 akan mencapai 1,2 milyar. Dinegara maju seperti Amerika Serikat pertambahan orang lanjut usia lebih kurang 1000 orang per hari. Pada tahun 1985 dan diperkirakan 50 % dari penduduk berusia diatas 50 tahun sehingga istilah “baby bom” pada masa lalu berganti menjadi ledakan penduduk lanjut usia.
Menurut Boedhi Darmojo, disebutkan bahwa orang lanjut usia (lebih 55 tahun), di Indonesia tahun 2000 sebanyak 22,2 juta atau sebanyak 10 % dari total penduduk dan diperkirakan jumlah tersebut meningkat pada tahun 2020 menjadi 29,12 juta atau 11,0 %. Peningkatan tersebut berkaitan dengan meningkatnya umur harapan hidup dari 65 – 70 tahun pada 2000 menjadi 70 – 75 pada tahun 2020.
Meningkatnya umur harapan hidup tersebut akan terwujud bila :
1.      Pelayanan kesehatan efektif.
2.      Angka kematian bayi menurun.
3.      Adanya perbaikan gizi dan sanitasi serta
4.      Meningkatnya pengawasan terhadap penyakit infeksi.
Berbagai masalah kesehatan yang berkaitan dengan meningkatnya umur harapan hidup akan memberikan dampak meningkatnya masalah kesehatan terutama yang berkaitan dengan proses degeneratif. Keadaan ini akan mempengaruhi pemenuhan kebutuhan sehari-hari secara mandiri.
Peran perawat dalam meminimalkan dan mengantisipasi masalah kesehatan pada lansia adalah dengan memberikan asuhan keperawatan pada lansia baik dalam keadaan sehat maupun sakit pada tingkat individu maupun kelompok. Fokus asuhan keperawatan lansia adalah melalui peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit dan mengoptimalkan fungsi fisik dan mental.
UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Blitar di Tulungagung merupakan salah satu sasaran pelayanan keperawatan yang komprehensif pada lansia dari individu maupun kelompok. Berkaitan dengan kondisi diatas kami mahasiswa Politeknik Kesehatan Kemenkes Malang Jurusan Keperawatan Kampus III Angkatan tahun 2013 yang bertugas di wisma dahlia dalam rangka praktik klinik keperawatan Gerontik ingin menerapkan konsep asuhan keperawatan tentang lansia secara langsung di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Blitar di Tulungagung.
1.2  Tujuan Kegiatan
1.2.1        Tujuan Umum
Mahasiswa dapat memberikan asuhan keperawatan kelompok lanjut usia dalam kehidupan Panti secara profesional dengan menggunakan pendekatan proses keperawatan secara komprehensif.
1.2.2        Tujuan Khusus
·         Mampu melakukan pengkajian pada lansia
·         Mampu merumuskan diagnosa keperawatan lansia
·         Mampu menyusun rencana asuhan keperawatan
·         Melakukan tindakan keperawatan pada lansia
·         Mampu melaksanakan evaluasi terhadap keberhasilan tindakan yang diberikan.
1.3 Manfaat Kegiatan
1.2.3        Bagi Mahasiswa
Dapat menerapkan konsep teori tentang asuhan keperawatan kelompok gerontik yang tinggal di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Blitar di Tulungagung.

1.2.4        Bagi lansia.
a.       Lansia mendapatkan pelayanan keperawatan secara komprehensif.
b.      Lansia dapat mengenal masalah kesehatannya.
c.       Lansia mendapat penjelasan tentang kesehatan secara sederhana.

1.2.5        Bagi UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Blitar di Tulungagung
a.       Dapat mengembangkan model asuhan keperawatan pada lansia.
b.      Mendapatkan masukan tentang masalah kesehatan pada lansia serta alternatif pemecahannya.

1.2.6        Bagi institusi pendidikan.
Tercapainya tujuan pembelajaran asuhan keperawatan gerontik pada lansia di lingkungan Panti.

1.3  Sistematika laporan
Sistematika laporan kegiatan ini adalah:
1.      Bab 1 pendahuluan memuat : latar belakang, tujuan kegiatan, dan sistematika laporan
2.      Bab 2 konsep teori memuat : konsep lansia dan asuhan keperawatan
3.      Bab 3 asuhan keperawatan gerontik memuat : pengkajian, analisa data, perumusan diagnosa keperawatan, perencanaan, implementasi dan evaluasi.
4.      Bab 4 penutup  memuat kesimpulan dan saran.








BAB II
TINJAUAN TEORI


2.1  Pengertian UPT PSLU
UPT PSLU (Unit Pelaksana Teknis Pelayanan Sosial Lanjut Usia) merupakan Unit Pelaksana Teknis Dinas Sosial Propinsi Jawa Timur yang mempunyai tugas pokok memberikan pelayanan sosial bagi para lanjut usia yang terlantar sehingga dihari tuanya akan tercipta suasana hidup dengan ketentraman lahir dan batin

2.2  Pelayanan dalam Panti antara lain :
a.       Pelayanan sosial : diberikan kepada klien dalam rangka menciptakan hubungan sosial dan penyesuaian sosial secara serasih dan harmonis diantara lanjut usia, lanjut usia dengan keluarganya, lanjut usia dengan petugas, lanjut usia dengan pimpinan Panti dan lanjut usia sengan masyarakat. Pelayanan sosial ini berupa konsultasi sosial, terapi sosial, konseling perorangan, bimbingan kelompok, pelayanan rekreasi,bimbingan ketrampilan merawat orang sakit atau meninggal (termasuk cara memandikan jenasah).
b.      Pelayanan fisik : diberikan kepada klien dalam rangka memperkuat daya tahan fisik. Dalam bentuk : pelayanan kesehatan meliputi penyediaan tenaga dokter atau perawat, fisioterapi, penyediaan menu makanan tambahan sesuai dengan kalori yang dibutuhkan, klinik lanjut usia, kebugaran, kerja bakti, pakaian, sarana dan prasarana hidup sehari-hari (peralatan mandi, tidur, sholat)
c.       Pelayanan psikososial adalah diberikan kepada klien dalam rangka menciptakan situasi sosial psikologis yang memungkinkan tumbuhnya perasaan nyaman, senang dan mampu beradaptasi dengan lingkungan sosialnya. Misalnya : konseling atau konsultasi psikososial.
d.      Pelayanan ketrampilan adalah diberikan tidak saja untuk pengisian waktu luang, melainkan untuk meningkatkan produktivitas agar ia dapat menambah penghasilannya atau mempertahankan kemampuan atau ketrampilan
e.       Pelayanan spiritual/keagamaan : diberikan kepada klien dalam rangka memperkuat mental/spiritual dan kerohaniaan terutama dalam melaksanakan peribadatan sehari-hari. Pelayanan yang diberikan antara lain : penyediaan sarana dan prasarana ibadah, bimbingan rohani.
f.       Pelayanan pendampingan : diberikan dengan cara mendampingi setiap lanjut usia dalam melanjutkan kehidupan sehari-hari. Pelayanan ini bisa dilakukan baik oleh pengasuh, perawat atau pekerja sosial sesuai kondisi Panti.
g.      Pelayanan bantuan hukum : diberikan kepada lanjut usia yang mengalami tindak kekerasan baik dalam pelayanan Panti maupun dalam keluarganya. Tujuannya untuk melindungi lanjut usia dari hal-hal yang tidak di inginkan yang menyebakan lanjut usia menjadi korban pihak-pihak tertentu yang kurang bertanggung jawab.

2.3  Aspek Sosial dan Budaya Lansia
Pembangunan di segala bidang menghasilkan kondisi sosial masyarakat yang semakin membaik, dan usia harapan hidup makin meningkat, serta jumlah lanjut usia makin bertambah. Untuk meningkatkan kesejahteraan lanjut usia tersebut, oleh pemerintah bersama masyarakat telah digerahkkan upaya peningkatan kesejahteraan lanjut usia dalam bentuk :
1        Perlindungan sosial.
2        Bantuan sosial.
3        Pemeliharaan taraf kesejahteraan sosial.
4        Pelayanan kesehatan.
5        Pemberdayaan lanjut usia agar mereka siap didayagunakan sesuai kemampuan masing-masing.
6        Mendorong agar lanjut usia bergabung dengan organisasi sosial atau organisasi lanjut usia atau organisasi masyarakat lainnya.
Di samping perbaikan di bidang kesejahteraan sosial, arus globalisasi di bidang komunikasi, informasi, transportasi, dan pendidikan niscaya menimbulkan pengaruh luar yang mengikis budaya masyarakat yang selama ini ada terhadap hubungan antar anggota keluarga mereka, termasuk yang tergolong lanjut usia. Nilai kekerabatan dalam kehidupan keluarga semakin melemah dalam keluarga yang mengarah pada bentuk keluarga kecil, terlebih-lebih dalam masyarakat industri dimana lanjut usia terpisah dari anggota keluarga lainnya akibat urbanisasi. Anggota keluarga yang berusia lanjut kurang diperhatikan dan terpaksa hidup sendiri dan dalam kesepian. Dengan demikian, budaya “Tiga generasi dibawa satu atap” makin sulit dipertahankan, karena ukuran rumah didaerah perkotaan yang sempit, sehingga kurang memungkinkan para lanjut usia tinggal bersama anak, menantu dan cucunya.
Menggabungkan diri dengan organisasi sosial dan organisasi kemasyarakatan belum membudaya dan melembaga, sehingga pembinaan terhadap lanjut usia secara kelompok sulit dilakukan. Untuk mengantisipasi hal tersebut, perlu dilakukan upaya khusus yang dasarnya telah dirumuskan dalam Undang-undang Republik Indonesia nomor 13 tahun 1998 tentang kesejahteraan lanjut usia dan tambahan lembaran Negara Nomor 3796.
Kesejahteraan sosial lanjut usia adalah suatu tata kehidupan dan penghidupan sosial, baik material maupun spiritual, yang diliputi rasa keselamatan, kesusilaan, dan ketentraman lahir batin yang memungkinkan setiap lanjut usia untuk mengadakan pemenuhan kebutuhan jasmani, rohani, dan sosial yang sebaik-baiknya bagi diri, keluarga, serta masyarakat dengan menjunjung tinggi hak dan kewajiban asasi manusia. Menurut Undang-undang no. 13 Tahun 1998 tentang kesejahteraan lanjut usia bahwa upaya peningkatan kesejahteraan sosial bagi lanjut usia potensial (masih mampu melakukan pekerjaan atau kegiatan yang dapat menghasilkan barang atau jasa) meliputi: pelayanan keagamaan dan mental spiritual, pelayanan kesehatan, pelayanan kesempatan kerja, pelayanan pendidikan dan pelatihan, pelayanan untuk mendapat kemudahan dalam penggunaan fasilitas, sarana, dan prasarana umum, pemberian kemudahan dalam  layanan dan bantuan hukum, bantuan sosial.
Dan untuk yang tidak potensial meliputi : pelayanan keagamaan dan mental spiritual, pelayanan kesehatan, pelayanan untuk mendapatkan kemudahan dalam penggunaan fasilitas, sarana, dan prasarana umum, pemberian kemudahan dalam layanan dan bantuan hukum, perlindungan sosial. Ini adalah bentuk perlindungan sosial dan bantuan sosial dari pemerintah dan atau masyarakat untuk peningkatan kesejahteraan sosial lanjut usia.
Upaya peningkatan kesejahteraan sosial lanjut usia diarahkan agar lanjut usia tetap dapat diberdayakan sehingga berperan dalam kegiatan pembangunan dengan memperhatikan fungsi, kearifan, pengetahuan, keahlian, keterampilan, pengalaman, usia,dan kondisi fisiknya, serta terselenggaranya pemeliharaan taraf kesejahteraan sosial lanjut usia. Upaya ini bertujuan untuk memperpanjang usia harapan hidup dan masa produktif, terwujudnya kemandirian dan kesejahteraannya, terpeliharanya sistem nilai budaya dan kekerabatan bangsa indonesia serta lebih mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Berbagai permasalahan sosial yang berkaitan dengan pencapaian kesejahteraan lanjut usia, antara lain permasalahan umum : masih besarnya jumlah lanjut usia yang berada di bawah garis kemiskinan, makin melemahnya nilai kekerabatan, lahirnya kelompok masyarakat industri, masih rendahnya kuantitas dan kualitas tenaga profesional pelayanan lanjut usia dan masih terbatasnya sarana dan prasarana pelayanan dan fasilitas khusus bagi lanjut usia dalam berbagai bisdang pelayanan pembinaan kesejahteraan lanjut usia, belum membudaya dan melembaganya kegiatan pembinaan kesejahteraan lanjut usia. Disamping itu menurut Departemen Sosial Republik Indonesi (1998), ada beberapa permasalahan khusus yang berkaitan dengan kesejahteraan lanjut usia yang salah satunya adalah berlangsungnya Aging proses, yang berakibat timbulnya masalah baik fisik, mental maupun sosial. Mundurnya keadaan fisik yang menyebabkan penurunan peran sosialnya dan dapat menjadikannya lebih tergantung kepada pihak lain. Aging proses membawa banyak perubahan pada badan/jasmani, jiwa, social.
Jika dilihat dari aspek sosial dan budaya begitu banyak permasalahan yang timbul dan membutuhkan penanganan dari berbagai bidang dan melibatkan berbagai kelompok profesional, yang salah satunya adalah keperawatan ,yang merupakan bagian integral dari kesehatan yang mempunyai ilmu dan kiat-kiat tertentu didalam ikut bertanggungjawab meningkatkan kesejahteraan sosial usia lanjut. Kesehatan dalam pengertian UU no. 13/1998 adalah Keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Dengan adanya undang-undang no. 13 / 1998 adalah merupakan suatu kekuatan yang menjadi dasar untuk bekerja dan ini tentu perlu berkordinasi dengan departemen terkait yang menangani masalah lansia tersebut.

2.4  Teori tentang Proses menua
Sebelum membahas tentang teori tentang proses menua, terlebih dahulu diberikan batasan mengenai lanjut usia, menurut Undang-Undang No. 13 Tahun 1998 Lanjut Usia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 (enam puluh) tahun keatas.

2.4.1    Teori Biologis
a.       Teori Genetik dan Mutasi
Menua terjadi sebagai akibat dari perubahan biokimia yang diprogram oleh molekul /DNA dan setiap sel pada saatnya akan mengalami mutasi
b.      Pemakaian dan Rusak
Kelebihan usaha dan stres menyebabkan sel-sel tubuh lelah
c.       Autoimune
Pada proses metabolisme tubuh , suatu saat diproduksi suatu zat khusus. Pada jaringan tubuh tertentu yang tidak tahan terhadap zat tersebut sehingga jaringan tubuh menjadi lemah dan mati.
d.      Teori Stres
Menua terjadi akibat hilangnya sel-sel yang biasa digunakan. Regenerasi jaringan tidak dapat mempertahankan kestabilan  lingkungan internal dan stres menyebabkan sel-sel tubuh lelah  dipakai.
e.       Teori Radikal Bebas
Tidak stabilnya redikal bebas mengakibatkan oksidasi-oksidasi bahan bahan organik seperti karbohidrat dan protein . radikal ini menyebabkan sel-sel tidak dapat regenerasi.

2.4.2    Teori Sosial
a.       Teori Aktifitas
Lanjut usia yang sukses adalah mereka yang aktif dan ikut banyak dalam kegiatan sosial.
b.      Teori Pembebasan
Dengan bertambahnya usia, seseorang secara berangsur angsur mulai melepaskan diri dari kehidupan sosialnya. Keadaan ini mengakibatkan interaksi sosial lanjut usia menurun, baik secara kwalitas maupun kwantitas. Sehingga terjadi kehilangan ganda yakni:
a)   Kehilangan peran
b)   Hambatan kontrol sosial
c)   Berkurangnya komitmen
d)  Teori Kesinambungan
Teori ini mengemukakan adanya kesinambungan dalam siklus kehidupan lansia. Dengan demikian pengalaman hidup seseorang pada suatu saat merupakan gambarannya kelak pada saat ini menjadi lansia. Pokok-pokok dari teori kesinambungan adalah :
a)      Lansia tak disarankan untuk melepaskan peran atau harus aktif dalam proses penuaan, akan tetapi didasarkan pada pengalamannya di masa lalu, dipilih peran apa yang harus dipertahankan atau dihilangkan.
b)      Peran lansia yang hilang tak perlu diganti.
c)      Lansia dimungkinkan untuk memilih berbagai cara adaptasi.

2.4.3    Teori Psikologi
a.   Teori Kebutuhan Manusia menurut Hirarki Maslow
                 Menurut teori ini, setiap individu memiliki hirarki dari dalam diri, kebutuhan yang memotivasi seluruh perilaku manusia (Maslow, 1954). Kebutuhan ini memiliki urutan prioritas yang berbeda. Ketika kebutuhan dasar manusia sidah terpenuhi, mereka berusaha menemukannya pada tingkat selanjutnya sampai urutan yang paling tinggi dari kebutuhan tersebut tercapai.
b.   Teori Individual Jung
                 Carl Jung (1960) Menyusun sebuah terori perkembangan kepribadian dari seluruh fase kehidupan yaitu mulai dari masa kanak-kanak , masa muda dan masa dewasa muda, usia pertengahan sampai lansia. Kepribadian individu terdiri dari Ego, ketidaksadaran sesorang dan ketidaksadaran bersama. Menurut teori ini kepribadian digambarkan terhadap dunia luar  atau ke arah subyektif. Pengalaman-pengalaman dari dalam diri (introvert). Keseimbangan antara kekuatan ini dapat dilihat pada setiap individu, dan merupakan hal yang paling penting bagi kesehatan mental.

2.5  Perubahan Perubahan Yang Terjadi Pada Lansia
2.5.1    Perubahan fisik
a.       Sel : jumlahnya lebih sedikit tetapi ukurannya lebih besar, berkurangnya cairan intra dan extra seluler
b.       Persarafan : cepatnya menurun hubungan persarapan, lambat dalam respon waktu untuk meraksi, mengecilnya saraf panca indra  sistem pendengaran, presbiakusis, atrofi membran  timpani, terjadinya pengumpulan serum karena meningkatnya keratin
c.       Sistem penglihatan : spnkter pupil timbul sklerosis  dan hlangnya respon terhadap sinaps, kornea lebih berbentuk speris, lensa keruh, meningkatny ambang pengamatan sinar, hilangnya daya akomodasi, menurunnya lapang pandang.
d.      Sistem Kardiovaskuler : katup jantung menebal dan menjadi kaku, kemampuan jantung memompa darah menurun 1 % setiap tahun setelah berumur 20 tahun sehingga menyebabkanmenurunnya kontraksi dan volume, kehilangan elastisitas pembuluh darah, tekanan darah meningg.
e.       Sistem respirasi : otot-otot pernafasan menjadi kaku sehingga menyebabkan menurunnya aktifitas silia. Paru kehilangan elastisitasnya sehingga kapasitas residu meingkat, nafas berat. Kedalaman pernafasan menurun.
f.        Sistem gastrointestinal : kehilangan gigi,sehingga menyebkan gizi buruk, indera pengecap menurun krena adanya iritasi selaput lendir dan atropi indera pengecap sampai 80%, kemudian hilangnya sensitifitas saraf pengecap untuk rasa manis dan asin
g.       Sistem genitourinaria : ginjal mengecil dan nefron menjadi atrofi sehingga aliran darah ke ginjal menurun sampai 50%, GFR menurun sampai 50%. Nilai ambang ginjal terhadap glukosa menjadi meningkat. Vesika urinaria, otot-ototnya menjadi melemah, kapasitasnya menurun sampai 200 cc sehingga vesika urinaria sulit diturunkan pada pria lansia yang akan berakibat retensia urine. Pembesaran prostat, 75% doalami oleh pria diatas 55 tahun. Pada vulva terjadi atropi sedang vagina terjadi selaput lendir kering, elastisitas jaringan menurun, sekresi berkurang  dan menjadi alkali.
h.       Sistem endokrin : pada sistem endokrin hampir semua produksi hormon menurun, sedangkan fungsi paratiroid dan sekresinya tidak berubah, aktifitas tiroid menurun sehingga menurunkan basal metabolisme rate (BMR). Porduksi sel kelamin menurun seperti : progesteron, estrogen dan testosteron.
i.         Sistem integumen : pada kulit menjadi keriput akibat kehilangan  jaringan lemak, kulit kepala dan rambut menuipis menjadi kelabu, sedangkan rambut dalam telinga dan hidung menebal. Kuku menjadi keras dan rapuh.
j.         Sistem muskuloskeletal : tulang kehilangan densitasnya dan makin rapuh menjadi kiposis, tinggi badan menjadi berkurang yang disebut discusine vertebralis menipis, tendon mengkerut dan atropi serabut erabit otot , sehingga lansia menjadi lamban  bergerak.
 Otot kram dan tremor.

2.5.2    Perubahan Mental
·         Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan mental adalah :
a.       Perubahan fisik, khususnya organ perasa
b.      Kehatan umum
c.       Tingkat pendidikan
d.      Keturunan
e.       Lingkungan
·         Kenangan (memori) ada 2 :
a.       kenangan jangka panjang, berjam-jam sampai berhari-hari yang lalu
b.      kenangan jangka pendek : 0-10 menit, kenangan buruk
·         Intelegentia Quote :
a.       Tidak berubah dengan informasi  matematika dan perkataan verbal
b.      Berkurangnya penampilan, persepsi dan ketrampilan psikomotor terjadi perubahan pada daya membayangkan, karena tekanan-tekanan dari faktor waktu.

2.5.3    Perubahan Psikososial
a.       Pensiun : nilai seorang dukur oleh produktifitasnya, identits dikaitkan dengan peranan dalam pekerjaan
b.      Merasakan atau sadar akan kematian
a.       Perubahan dalam cara hidup, yaitu memasuki rumah perawatan bergerak lebih sempit.
2.6   Masalah masalah yang sering terjadi pada Lanjut usia
a).  Masalah gizi
1)  Gizi Berlebihan
Kebiasaan makan banyak pada waktu muda menyebabkan berat badan berlebihan, apalagi pada lanjut usia penggunaan kalori berkurang karena berkurangnya aktivitas fisik. Kebiasaan makan tersebut sukar diubah walaupun disadari untuk mengurangi makan. Kegemukan merupakan salah satu pencetus berbagai penyakit, misalnya penyakit jantung, diabetes melitus, penyempitan pembuluh darah, dan tekanan darah tinggi.
2)  Gizi Kurang
Gizi kurang sering disebabkan oleh masalah-masalah sosial ekonomi dan juga karena gangguan penyakit. Bila konsumsi kalori terlalu rendah dari yang dibutuhkan menyebabkan berat badan berkurang dari normal. Apabila hal ini disertai dengan kekurangan protein menyebabkan kerusakan-kerusakan sel yang tidak dapat diperbaiki, akibatnya rambut rontok, daya tahan terhadap penyakit menurun kemungkinan akan mudah kena infeksi pada organ-organ tubuh yang vital.
3)  Kekurangan Vitamin
Bila konsumsi buah dan sayur-sayuran dalam makanan kurang, apabila ditambah dengan kekurangan protein dalam makanan, akibatnya nafsu makan berkurang, penglihatan menurun, kulit kering, lesu, dan tidak semangat.

b).  Resiko cedera (Jatuh)
Jatuh akan menyebabkan cedera jaringan lunak bahkan fraktur pangkal paha atau pergelangan tangan. Keadaan tersebut menyebabkan nyeri dan immobilisasi dengan segala akibatnya. Banyak faktor resiko yang dapat diidentifikasi serta tak sedikit hal-hal yang dapat dimodifikasi agar jatuh tak terjadi / tak terulang.
1)   Faktor Resiko Internal
Gangguan penglihatan, gangguan adaptasi gelap, infeksi telinga, obat golongan Aminoglikosida, vertigo, perkapuran vertebra cervikal, gangguan aliran darah otak, artritis, lemah otot tungkai, hipotensi postural, pnemoni, penyakit sistemik (ISK, gagal jantung, dehidrasi, diabetes melitus, hipoglikemi).
2)   Faktor Resiko Eksternal
Turun tangga, benda-benda yang harus dilangkahi, lantai licin, kain atau celana terlalu panjang, tali sepatu, tempat tidur terlalu tinggi atau terlalu rendah, kursi roda tidak terkunci, penerangan kurang, tempat kaki kursi roda, WC jauh dari kamar, WC terlalu rendah.
3)   Tindakan
ü  Identifikasi faktor resiko
ü  Perhatikan kelainan cara berjalan/duduk
ü  Romberg test
ü  Uji keseimbangan sederhana
ü  Berkurangnya lebar langkah
ü  Modifikasi  faktor resiko internal.

c.   Delirium
Salah satu karakteristik pasien geriatri adalah gejala dan tanda penyakit tidak khas sesuai dengan organ/ sistem organ yang sakit. Seringkali suatu penyakit siatemik dimunculkan dalam bentuk gangguan kesadaran walaupun sistem saraf pusat tidak terganggu.Walaupun demikian penyakit susunan saraf pusat juga tetap dapat muncul dalam bentuk gangguan kesadaran. Dengan demikian maka perlu ditingkatkan kewaspadaan untuk mendeteksi sedini mungkin kelainan – kelainan sistemik yang dapat mendasari delirium agar penyakit tidak berkembang menjadi berat.
Penyebab: Stroke, tumor otak, pneumonia, ISK, dehidrasi, diare, hiper/hipoglikemia, hipoksia dan putus obat.
Gejala: Kurang perhatian, gelisah, gangguan pola tidur, murung, perubahan kesadaran, disorientasi, halusinasi, sulit konsentrasi, sangat mudah lupa, hipoaktif, hiperaktif.
Sikap:
-       Sakit kepala / pusing dikaji dengan cermat.
-       Perhatikan keluahan penglihatan
-       Atasi batuk pilek meriang secepatnya
Rencana tindak lanjut: Identifikasi dan konsul lebih lanjut bila ada keluhan berkemih, nafsu makan berkurang, muntah berak, mual, berkeringat dingin, pingsan sesaat.

d.   Immobilisasi
Immobilisasi atau berbaring terus ditempat tidur dapat menimbulkan atrofi otot, dekubitus dan malnutrisi serta pneumonia. Faktor resiko : Osteoartritis, fraktur, DC, stroke, demensia, vertigo, PPOK, hipotyroidi, gangguan penglihatan, hipotensi postural,anemia, nyeri, lemah otot, keterbatasan ruang lingkup gerak sendi, dan sesak nafas.
e.   Hipertensi
Dari banyak penelitian epidemiologi didapatkan bahwa dengan meningkatnya umur dan tekanan darah meninggi. Hipertensi menjadi masalah pada lanjut usia karena sering ditemukan dan menjadi faktor utama stroke, payah jantung, dan penyakit jantung kroner. Lebih dari separuh kematian diatas usia 60 tahun disebabkan oleh penyakit jantung dan serebro vaskuler.
Secara nyata kematian karena CVD, morbiditas penyakit kardiovaskuler menurun dengan pengobatan hipertensi. Hipertensi pada lanjut usia dibedakan atas :
1.   Hipertensi pada tekanan sistolik sama atau lebih besar dari 140 mmHg dan  atau tekanan diastolik sama atau lebih dari 90 mmHg.
2.   Hipertensi sistolik terisolasi : tekanan sistolik lebih besar dari 190 mmHg dan tekanan diastolik lebih rendah dari 90 mmHg.





















BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK

3.1  DATA UMUM:
Identitas Panti Werda:
a.         Nama                                 : UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Blitar  di    Tulungagung
b.      Alamat/kode pos               : Jl. Panglima Jenderal Sudirman V/43
                                                              Tulungagung/66212
c.       Telepon                             : (0355) 331083
d.      Pembimbing wisma           : Bpk. Sunu  P Aks, Msi
e.        Dikelola oleh                    : Dinas Sosial Provinsi Jawa Timur

3.2  DATA INTI
Sejarah Berdirinya Panti Werda
     UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Blitar di Tulungagung merupakan tempat yang melaksanakan sebagian tugas Dinas Sosial Propinsi Jawa Timur dibidang penyantunan, rehabilitasi, bantuan, pengembangan dan resosialisasi. UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Blitar di Tulungagung didirikan pada tahun 1938 bersifat sebagai pennampung sosial (gelandangan dan pengemis, wanita tuna susila, orang terlantar) yang mana pada waktu itu bangunan belum permanen dan terbuat dari anyaman bambu.
     Pada tahun 1984 sampai sekarang pelayanan lebih difokuskan lagi pada lansia terlantar, sedangkan pada tahun 1987 diadakan penataan panti dan perubahan menjadi Panti Werda Waluyo Husodo. Pada tahun 2002 dengan adanya otonomi daerah, ditindak lanjuti dengan keputusan gubernur No.51 tahun 2003 tentang fungsi dan tugas Unit Pelaksana Teknis Dinas Sosial Propinsi Jawa Timur berubah lagi menjadi Unit Pelayanan Sosial (UPS) ada dibawah naungan PSTW Wlingi Blitar. Dan dengan adanya PERGUB No.119 tahun 2008 tentang organisasi dan tata kerja Unit Pelaksan Teknis Sosial Propinsi Jawa Timur. Maka pada tahun 2009 berubah lagi menjadi UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Blitar. Dan  di Tulungagung merupakan seksi bimbingan dan pembinaan lanjut dari UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Blitar.
     Sebagai pencerminan dari UUD 1945 pasal 27 ayat 2 dan pasal 34, maka warga Negara yang sudah lanjut usia juga berhak mendapatkan pengayoman dari pemerintah yang diwujutkan melalui pelayanan lanjut usia/ jompo yang di tempatkan di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Blitar di Tulungagung.
3.3  Data Demografi
-        Jumlah anggota : 80 orang lansia
-        Jumlah pegawai di tempatkan di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Blitar di Tulungagung ada 24 yang terdiri dari :
1.      Kepala seksi          : 1 orang
2.      Staf panti             : 15 orang
3.      Juru masak            : 2 orang
4.      SAT-POL PP        : 3 orang
5.      Pembimbing          : 1 orang
6.      Pesuruh                 : 1 orang
7.      Tukang kebun       : 1 orang
-      Luas tanah/status       : 9.170 m2
-   Luas bangunan UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Blitar di Tulungagung
-       Total                   : 2.083,85 m²
-       Kantor                : 78 m²
-       Ruang aula         : 320,85 m²
-       Ruang ibadah     : 49 m²
-       Wisma                : 1.476 m²
-       Dapur                 : 104 m²
-       Rumah dinas      : 56 m²

3.4 Data Sub Sistem
1. Lingkungan Fisik
a. Sarana perumahan: Ruangan Dahlia, luasnya sekitar 150 m2 dengan lantai porselin yang tidak licin namun seringkali berbau pesing karena ada beberapa lansia yang tidak mampu menahan BAK sebelum sampai di kamar mandi. Penerangan di ruangan tersebut cukup, ventilasi sangat memadai, namun kebersihan ruangan sangat buruk di beberapa samping tempat tidur lansia.
b. Pekarangan: Di sekitar ruangan Dahlia, terdapat pekarangan dan taman yang sudah dapat tertata dengan baik. Di pekarangan terdapat tanaman sayur-sayuran seperti terong, pepaya, dan pepohonan seperti mangga, jambu dan nangka.
c. Sarana sumber air bersih: Sarana sumber air bersih di ruangan Dahlia memadai, terdapat beberapa kran air yang mengalir air bersih untuk cuci tangan dan mencuci piring.
d. Sarana pembuangan sampah: Di ruang Dahlia, ada 3 tempat sampah yang masing-masing tersebar di ruangan Dahlian. Seluruh sampah yang terkumpul akan dibuang di tempat pembuangan akhir di ujung pekarangan sebelah utara.
e. Sarana pembuangan kotoran manusia:  Klien yang ingin BAB dapat menuju WC yang berada dibagian tengah ruangan Dahlia sehingga memudahkan lansia yang tempat tidurnya berada di bagian utara maupun selatan.
f. Sarana mandi: Kamar mandi sebanyak 3 buah yang berada di depan WC berada dibagian tengah ruangan Dahlia sehingga memudahkan lansia yang tempat tidurnya berada di bagian utara maupun selatan.
2. Pelayanan kesehatan dan sosial
a. jumlah petugas: 2 orang
b. Pengalaman petugas mengikuti pelatihan kesehatan:
- pernah: 2 orang
- belum: 0 orang
- jenis pelatihan: Basic Life Support
c. kegiatan yang dilakukan
- Posyandu lansia: setiap hari Rabu
- Kegiatan kelompok: Senam setiap hari Senin, Rabu dan Jumat. Pengajian setiap hari Jumat. Bimbingan Sosial setiap hari Kamis, ketrampilan setiap hari Selasa, kerja bakti setiap hari Jumat.



Pengkajian
1.      Identitas Umum
Gambar 1.1 Jenis Kelamin Lansia di Wisma Dahlia UPT PSLU Blitar
Catatan: Seluruh lansia di wisma Dahlia berjenis kelamin perempuan



Gambar 1.2 Umur Lansia di Wisma Dahlia UPT PSLU Blitar
Catatan: Sebanyak 45% termasuk dalam kategori lanjut usia, 55% kategori lanjut usia tua

Gambar 1.3 Prosentase lama tinggal  di Wisma Dahlia UPT PSLU Blitar
Catatan: Sebanyak  36% lansia tinggal kurang dari 1 tahun, 55% selama 1-5 tahun, dan 9% lebih dari 5 tahun.

2.      Riwayat Kesehatan
Gambar 2.1 Prosentase keluhan lansia di Wisma Dahlia UPT PSLU Blitar
Catatan: Sebanyak 55% lansia mengatakan tidak ada keluhan, 18% mengeluh pusing, 9% mengeluh mata kabur, sulit tidur, dan nyeri sendi.

Gambar 2.2 Prosentase penyakit saat ini lansia di Wisma Dahlia UPT PSLU Blitar
Catatan: Sebanyak 27% lansia menderita hipertensi, 28% tidak memiliki penyakit apapun, 18% asam urat, 9% menderita gatal, stroke, dan katarak.

3.      Fisiologis
Gambar 3.1 Prosentase gangguan BAK lansia di Wisma Dahlia UPT PSLU Blitar
Catatan: Sebanyak 73% lansia tidak mengalami gangguan BAK dan 27% mengalami inkontinensia urine.

Gambar 3.2 Prosente Frekuensi BAB lansia di Wisma Dahlia UPT PSLU Blitar
Catatan: Sebanyak 46% mengatakan BAB tidak teratur, 36% 1 kali sehari, dan 18% 2 hari sekali.

Gambar 3.3 Prosentase Gangguan BAB lansia di Wisma Dahlia UPT PSLU Blitar
Catatan: Sebanyak 64% lansia tidak mengalami gangguan BAB dan 36% mengalami konstipasi

Gambar 3.4 Frekuensi makan lansia di Wisma Dahlia UPT PSLU Blitar
Catatan: Seluruh lansia makan 3 kali sehari


Gambar 3.5 Prosentase jumlah makan lansia di Wisma Dahlia UPT PSLU Blitar
Catatan: Sebanyak 55% makan setengah porsi dan 45% makan 1 porsi

Gambar 3.6 Prosentase makan snack lansia di Wisma Dahlia UPT PSLU Blitar
Catatan: Sebanyak 91% lansia menikmati snack dan 9% tidak ada snack


Gambar 3.7 Prosentase frekuensi minum lansia di Wisma Dahlia UPT PSLU Blitar
Catatan: Sebanyak 91% lansia minum >8 gelas dan 9% <8 gelas

Gambar 3.8 Prosentase jenis minum lansia di Wisma Dahlia UPT PSLU Blitar
Catatan: Sebanyak 41% lansia lebih sering mengkonsumsi kopi, 33% mengkonsumsi air putih, dan 18% lebih sering megkonsumsi air teh.


Gambar 3.9 Prosentase gangguan pendengaran lansia di Wisma Dahlia UPT PSLU Blitar
Catatan: Sebanyak 55% lansia tidak mengalami penurunan pendengaran dan 45% mengalami penurunan pendengaran

Gambar 3.10 Prosentase gangguan penglihatan lansia di Wisma Dahlia UPT PSLU Blitar
Catatan: : Sebanyak 55% lansia tidak mengalami penurunan penglihatan dan 45% mengalami penurunan penglihatan

4.Status Mental dan Psikososial
Gambar  4.1 Diagram  distribusi lansia wisma Dahlia UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Blitar di Tulungagung berdasarkan tingkat kerusakan intelektual.
Dari diagram diketahui 46% (5) lansia memiliki tingkat intelektual utuh, 36% (4) lansia memiliki tingkat kerusakan intelektual sedang, 18% (2) memiliki tingkat kerusakan intelektual ringan.
(n: 11 lansia)
Gambar 4.2  Diagram  distribusi lansia wisma Dahlia UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Blitar di Tulungagung berdasarkan aspek kognitif.
Dari diagram diketahui 46% (5) lansia memiliki gangguan kognitif berat, 54% (6) lansia tidak memiliki gangguan kognitif
(n: 11 lansia)
Gambar  4.3Diagram  distribusi lansia wisma Dahlia UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Blitar di Tulungagung berdasarkan tingkat emosional.
Dari diagram diketahui 36% (4) lansia memiliki gangguan emosional, 64% (7) lansia tidak memiliki gangguan emosional
(n: 11 lansia)

Gambar  4.4 Diagram  distribusi lansia wisma Dahlia UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Blitar di Tulungagung berdasarkan tingkat kecemasan.
Dari diagram diketahui 55% (6) lansia memiliki level minimal kecemasan, 45% (5) lansia memiliki gangguan kecemasan ringan.
(n: 11 lansia)

Gambar  4.5 Diagram  distribusi lansia wisma Dahlia UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Blitar di Tulungagung berdasarkan tingkat depresi.
Dari diagram diketahui 18% (2) lansia terindikasi depresi, 82% (9) lansia tidak terindikasi depresi
(n: 11 lansia)



5. Perilaku kesehatan


Gambar  5.1 Diagram  distribusi lansia wisma Dahlia UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Blitar di Tulungagung berdasarkan tingkat perilaku kesehatan.
Dari diagram diketahui 18% (2) lansia kebiasaan  minum teh, 46% (5) lansia memiliki kebiasaan minum kopi, 36% (4)  lansia memiliki kebiasaan minum air putih
(n: 11 lansia)
     6.  Kegiatan spiritual

      Gambar  6.1 Diagram  distribusi lansia wisma Dahlia UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Blitar di Tulungagung berdasarkan kegitan spiritual.
Dari diagram diketahui 9% (1) lansia rutin shalat 5 waktu, 18% (2) lansia rutin berdoa, 73% (8) lansia tidak beribadah (shalat 5 waktu/berdoa)
(n: 11 lansia)

      7.  Interaksi sosial
Gambar  7.1 Diagram  distribusi lansia wisma Dahlia UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Blitar di Tulungagung berdasarkan tingkat interaksi sosial.
Dari diagram diketahui 9% (1) lansia memiliki interaksi social kurang, 36% (4) lansia memiliki interaksi social cukup, 55% (6)lansia memiliki interaksi social baik
(n: 11 lansia)











8.                                  Pengetahuan kesehatan (pengertian, penyebab, dan pencegahan)
Gambar  8.1 Diagram  distribusi lansia wisma Dahlia UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Blitar di Tulungagung berdasarkan tingkat pengetahuan kesehatan.
Dari diagram diketahui 100% (11) lansia tidak mengetahui tentang pengetahuan kesehatan.
(n: 11 lansia)
















ANALISA DATA
No
Data fokus
Masalah
Etiologi
1.










2.














DS:
Dari 11 lansia yang tinggal di wisma dahlia:
·      Pembimbing wisma mengatakan terdapat 3  lansia yang sering mengompol dan BAK sebelum sampai di kamar mandi.
DO:
·      Bau yang menyengat sering muncul di ruangan lansia

DS:
Seluruh lansia di wisma dahlia mengatakan tidak tahu saat ditanya tentang nama, penyebab dan pencegahan penyakitnya.

DO:
Lansia tampak bingung saat ditanya oleh perawat tentang penyakitnya
Inkontinensia urgensi






Kurang pengetahuan


Ketidakstabilan detrusor






Kurang terpajan/mengingat ; salah interpretasi informasi ; tidak mengenal sumber informasi.









PRIORITAS DIAGNOSA KEPERAWATAN


1.      Inkontinensia urgensi b/d Ketidakstabilan detrusor
2.      Kurang pengetahuan b/d Kurang terpajan/mengingat, salah interpretasi informasi, tidak mengenal sumber informasi.


















INTERVENSI KEPERAWATAN

1.      Inkontinensia urgensi b/d Ketidakstabilan detrusor
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam, klien tidak mengalami inkontinensia urgensi.
Kriteria hasil: klien dapat mencapai toilet saat ingin berkemih.
Intervensi:
1.      Kaji kemampuan, pola, dan jadwal klien berkemih
Rasional: sebagai data dasar perawat untuk menentukan tindakan selanjutnya.
2.      Tetapkan jadwal eliminasi berdasarkan jadwal berkemih.
Rasional: untuk mengantisipasi agar klien tidak mengalami inkontinensia
3.      Tekankan bersama staf tentang pentingnya memenuhi jadwal eliminasi
Rasional: membantu mengingatkan klien tentang jadwal eliminasi.
4.      Ajari klien untuk melakukan latihan otot panggul dan beri instruksi tertulis tentang jumlah pengulangan yang dianjurkan
Rasional: latihan otot panggul dapat melatih kestabilan detrusor.
5.      Berikan penyuluhan tentang minuman yang harus dihindari (kafein, alcohol, dan teh)
Rasional: untuk mengurangi efek deuretik pada klien
6.      Ajarkan klien menahan mikturisi secara aktif
Rasional: untuk menghindari inkontinensia urgensi.
2.      Kurang pengetahuan sehubungan dengan kurang terpajan/mengingat ; salah interpretasi informasi ; tidak mengenal sumber informasi.
Tujuan : pasien mengerti dan memahami tentang penyakit, penyebab dan pencegahannya.
Kriteria hasil :
-          Klien dapat menyebutkan pengertian penyakitnya
-          Klien dapat menyebutkan penyebab dari penyakitnya
-          Klien dapat menyebutkan tindakan-tindakan pencegahan penyakitnya

Intervensi Keperawatan:
a)                  Kaji tingkat pengetahuan klien tentang penykitnya
Rasional : mengetahui sejauh mana tingkat pengetahuan klien tentang penyakitnya
b)                  Beri pendidikan kesehatan tentang penyakitnya meliputi pengertian, penyebab dan pencegahan terhadap penyakitnya
Rasional :memberi informasi untuk klien agar dapat meningkatkan pengetahuan klien dan meningkatkan derajat kesehatan klien
c)                  Beri kesempatan pada klien untuk bertanya tentang hal-hal yang belum diketahui.
Rasional : Untuk meningkatkan pemahaman klien tentang penyakitnya
d)                 Lakukan evaluasi setelah memberi penjelasan pada klien dengan memberikan pertanyaan ulang kepada klien
Rasional :mengetahui apakah klien sudah benar-benar mengerti tentang penjelasan yang diberikan.






















BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

4.1  Kesimpulan
                        Asuhan keperawatan kelompok khusus pada lansia yang dilakukan selama 3 minggu di UPT Pelayanan Sosial Usia Lanjut Blitar di Tulungagung mulai tanggal 2-21 September 2013, dengan kegiatan mengidentifikasi masalah-masalah kesehatan lansia yang ada di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Blitar di Tulungagung. Berdasarkan pengkajian kesehatan yang kami lakukan pada kelompok lansia di wisma dahlia, didapatkan masalah sebagai berikut : dari 11 lansia yang tinggal di wisma dahlia didapatkan sebanyak 27% atau sebanyak 3 mengalami inkontinensia urine, 100% atau 11 lansia tidak memiliki pengetahuan tentang kesehatan. Dari beberapa masalah diatas dapatkan prioritas masalah sebagai berikut yaitu:  
3.      Inkontinensia urgensi b/d Ketidakstabilan detrusor
4.      Kurang pengetahuan b/d Kurang terpajan/mengingat, salah interpretasi informasi, tidak mengenal sumber informasi.
4.2  Saran
Agar  Asuhan Keperawatan yang diberikan ini dapat bermanfaat, maka asuhan keperawatan ini ditindak lanjuti secara terus menerus. Tindak lanjut yang dilakukan dapat berupa evaluasi yang terus menerus sehinggga bisa mengetahui perubahan perilaku, pengetahuan, ketrampilan dari lansia dalam mengoptimalkan kehidupan yang sehat yang dapat meningkatkan kesehatan, kebersihan kesejahteraan, dan kualitas hidup lansia. Dalam hal ini tentunya tidak terlepas dari bimbingan dan bantuan serta kerja sama dari semua pihak baik dari pengelola UPT Pelayanan Sosial Usia Lanjut Blitar di Tulungagung maupun Dinas atau sektor yang terkait seperti Dinas Sosial, Puskesmas, Dinas Kesehatan maupun Dinas terkait lainnya.